29 Agustus, 2008

PEMBERDAYAAN

POLA KEMITRAAN DENGAN INSAN PERS GUNA MEMBANGUN CITRA POLRI DI BIDANG PENYIDIKAN OLEH KAPOLRES I. PENDAHULUAN BANGSA Indonesia tidak bisa melepaskan diri dari globalisasi. Era global ini ditandai dengan munculnya masyarakat dunia, dengan nilai-nilai universal yang dianut bersama. Terdapat beberapa isu atau jargon di era global ini, seperti demokratisasi, hak asasi manusia ( HAM), lingkungan hidup, penggunaan standar internasional dan hak atas kekayaan intelektual (HaKI) termasuk kriminalitas tingkat tinggi sejalan dengan kemajuan dan perkembangan teknologi, sebagaimana dilakukan para terorisme, cyber crime dan sebagainya. Kondisi ini mengakibatkan perubahan dan tuntutan mendasar, baik bagi masyarakat maupun pemerintah. Berbagai gejolak, keinginan, dan harapan, pada hakikatnya bermuara pada perbaikan menuju masyarakat madani, yaitu suatu masyarakat yang segala kegiatan pemerintahannya (termasuk Polri ) sepenuhnya demi untuk rakyat. Sudah delapan tahun Polri menikmati status kemandiriannya melalui Tap MPR No VI/2000 dan Tap MPR No VII/2000 serta UU No 2/2002 tentang Polri, namun publik masih menganggap kinerja Polri masih belum juga optimal. Sejumlah kasus telah membuat citra Polri terpuruk.Masyarakat banyak mempertanyakan profesionalisme polisi dalam mengungkap berbagai kasus. Namun dalam sejumlah kasus lain, sebaliknya membuat citra polisi membaik. terlebih dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini, polisi berhasil menangkap para pelaku peledakan bom di berbagai tempat di Indonesia, khususnya Bali. Peningkatan profesionalisme, kemandirian dan citra Polri menjadi perhatian dan tanggung jawab semua pihak. Hal ini harus dimulai dari kondisi internal Polri, seperti dalam hal – hal tugas Polri yang secara langsung berlaitan dengan masyarakat yang memerlukan perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat seperti dalam proses penyidikan dari mulai tingkat Mabes Polri sampai dengan tingkat KOD yang sangat rentan dengan berbagai penyalahgunaan wewenang yang kemudian terekspolitasi secara vulgar ke publik tanpa dapat dikendalikan. Citra Polri yang tengah dibangun melalui strategi Polri agar Institus Polri dapat dipercaya oleh masyarakat sejalan dengan rencana strategis dan operasionalisasi membangun kepercayaan dengan terpadu mencakup : menanamkan kepercayaan ( trust building) dengan khalayak publik, memperluas kemitraan (patnership dan networking) secara bertahap dengan masyarakat, meningkatkan kesempurnaan (strive for excellence) dalam setiap kegiatan Polisi dan menghindarkan kompromi atau sub optimalisasi kinerja dengan cara antara lain mengetengahkan Polri sebagai institusi sipil yang memiliki jajaran Polisi yang memperlihatkan keteladanan warga negara, berintgritas, profesional, akrab dan tegas namun patuh hukum dalam menegakkan hukum. Plus Minus Citra Polri yang berkembang selama ini terbangun karena informasi di publikasikan secara cepat oleh pers yang tidak henti - hentinya memonitor setiap aktivitas Kepolisian. Prestasi Polri akan menaikkan citra Polri, sebaliknya juga perilaku buruk justru akan menghancurkan citra Polri, ada adagium “ The good news is a bad news and the bad news is a good news”. Di tengah perkembangan dinamika sosial yang makin kompleks dan arus informasi yang makin deras, peranan media massa ternyata makin penting dan strategis. Media cetak atau media elektronik sudah menjadi faktor penentu dalam membentuk opini masyarakat (public opinion).Informasi ini ternyata bak pisau bermata dua, menguntungkan sekaligus bisa merugikan. Menguntungkan karena makin banyaknya informasi sekaligus makin banyak referensi seseorang atau institusi untuk pengambilan sikap dalam suatu kebijakan. Tapi juga merugikan bila kita tak cerdas mengolahnya dan menyiasatinya. Karena di dalamnya terdapat aspek subyektivitas. Opini publik akan menentukan bagaimana suatu institusi dalam hal ini Polri, di mata masyarakat secara sistematis dan terukur dapat dikontrol dan menorehkan hasil nilai, rapor Polri sehingga bisa dinyatakan berhasil atau malah dikatakan tidak becus dalam melaksanakan fungsinya dalam tugas sebagai pelindung, pengayom, public service (pelayan masyarakat) yang sekaligus sebagai law enforcemennt (penegak hukum). Peran sentral dari kegiatan jurnalistik yang dilakukan ole insan pers, dapat menjadi peluang (oppotunity) bahkan dapat juga berubah menjadi ancaman (threatment) yang tergantung dari bentuk berita yang akan disajikan oleh pihak yang memerlukannya. Oleh karena itu permasalahan yang ingin saya angkat dalam tulisan ini adalah “ Bagaimanakah upaya Kapolres untuk memberdayakan Pers sebagai media untuk menaikan citra Polri ? Sedangkan Pokok – Pokok Permasalahannya adalah sebagai berikut : Bagaimanakah proses penyidikan oleh penyidik Polres selama ini ? Apakah Peran pers selama ini dalam pembentukan citra Polri selama ini ? dan Apakah upaya Kapolres untuk memberdayakan Pers sebagai media untuk menaikan citra Polri. II. PEMBAHASAN Peran Pers Dan Pengaruhnya Terhadap Pembentukan Opini Publik Terhadap Citra Polri Tidaklah kita berapriori, jika kita mengatakan bahwa opini kerap dilupakan oleh Kesatuan di tingkat KOD atau secara implisit dikatakan Polres kurang care terhadap adanya opini publik yang dibangun oleh pers ternyata berperan dalam membentuk citranya. Apalagi dalam era reformasi yang global sekarang ini, perang informasi dan pembentukan opini sangat berperan dan mendominasi untuk maju tidaknya suatu institusi itu dapat diterima masyarakat atau tidak. Jika opini publik yang berkembang kurang menguntungkan, akibatnya citra Polri makin terpuruk dalam pandangan kaca mata masyarakat, lebih-lebih di kancah internasional. Mengandalkan peran Humas Polda yang sangat terbatas dalam akselerasinya, menuntut setiap jajaran tingakt KOD harus membangun kemitraan dengan insan pers. Sebagaimana dalam Ketentuan Umum dari Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers bahwa pers merupakan lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki,menyimpan, menyampaikan, baik dalam bentuk tulisan, gambar, suara dan gambar, data dan grafik, maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik maupun saluran lainnya. Sejak jaman kemerdekaan sampai dengan saat ini pers memiliki peran yang cukup strategis, bayangkan saja hanya dengan sebuah pemberitaan berjuta – juta orang akan terpengaruh baik dari hal – hal yang bersifat positif atau negatif tanpa dapat dicegah. Prof. W.Doob dalam bukunya Public opinion and propaganda menyatakan, pendapat umum (public opinion) menunjukkan sikap orang orang yang menjadi anggota dari satu golongan sosial terhadap suatu hal. William Albig dalam bukunya Modern Public Opinion mengungkapkan, pendapat umum (public opinion) adalah ekspresi segenap anggota suatu kelompok yang berkempentingan atas suatu masalah. Prof Kasterhod mengatakan, public opinion adalah mendefinisikan pendapat rata-rata atau persesuaian pendapat antara orang dari suatu golongan sosial terhadap masalah atau hal hal kemasyarakatan. Ada dua metode cara pembentukan opini publik yang sangat umum. Pertama, koersif (memaksa), seperti melalui tindakan yang memaksa seperti teror, pemerasan, boikot, rumor fitnah, yang tujuannya menimbulkan keresahan, ketidakpercayaan, ketakutan tentang apa yang terjadi di tengah masyarakat, sehingga berekses anggapan miring di dalam masyarakat. Cara ini biasanya dilakukan oleh anggota masyarakat dan atau golongan tertentu untuk menguji kesiapsiagaan Polri dalam melaksanakan tugasnya sebagai penyelenggara Kambtibmas. Dari sini timbul opini bahwa polisi tidak mampu mengatasi kekacauan, kerusuhan, gangguan kamtibmas. Kedua, persuasif yakni suatu cara dengan menggunakan tindakan yang menggarap aspek psikologis secara halus guna membangkitkan kesadaran individu melalui komunikasi yang persuasif pula, baik dilakukan secara lisan (ceramah, seminar) atau pun tertulis (artikel, selebaran, media mass media). Cara ini sering dilakukan untuk mendiskreditkan Polisi dari mata masyarakat oleh LSM, pengamat, institusi baik dari lokal maupun internasional . Sebagai contoh, Kita masih ingat kasus Trisakti yang jelas diketahui lewat uji balistik, bahwa proyektil yang ditemukan dalam tubuh korban bukan milik Polri dan lewat video rekaman ilegal, dapat dilihat penembakan dilakukan dari atas gedung, yang tidak mungkin dilakukan oleh polisi yang pada saat itu berhadapan langsung dengan massa, dan dilakukan oleh anggota sniper, tentunya yang punya daya latih internasional. Tapi sekali lagi Polri menjadi "korbannya" sehingga dijadikan kambing hitam pada persidangan selanjutnya, yang seolah-olah "diskenariokan" menjadi tersangka penembakan. Ini makin membuat opini publik makin miring dan tak bersimpati kepada Polri. Namun, demikian sebaliknya seperti kita ketahui bahwa citra Polri juga melambung tinggi, apresiasi datang tidak hanya dari masyarakat Indonesia akan tetapi juga dari masyarakat internasional atas kinerja Polri yang mampu mengungkap kasus peledakan bom Bali dan beberapa lokasi lainnya. Dalam konteks proses penyidikan, sada beberapa keuntungan dari sebuah pemberitaan oleh pers terkait dengan proses penyidikan adalah sebagai berikut : a. Berita pengungkapan kasus akan membentuk publik opini yang positip terhadap kinerja petugas Polri. b. Sebagai warning bagi pelaku kejahatan, setelah diketahui teman – teman pelakuknya tertangkap apalagi setelah menerima tindakan keras . Secara psikologis dapat menurunkan aksi kejahatannya karena identitas pelaku sudah diketahui. c. Memberikan pemahaman dan pembelajaran kepada masyarakat agar senantiasa takut dan patuh hukum . d. Memberikan rasa kepuasan terhadap pihak korban atau masyarakat yang pernah menjadi korban kejahatannya. e. Sebagai sumber informasi bagi kesatuan lainnya yang wilayahnya pernah menjadi sasaran kejahatan dari pelaku . Sedangkan kerugian yang harus ditanggung oleh pihak Polres dari sebuah pemberitaan antara lain adalah sebagai berikut : a. Ekspose kasus kriminal yang berlebihan akan menjadi bukti materil, ketika ada gugatan atas pelanggaran HAM oleh petugas Polri. b. Ekspose pengungkapan kasus yang terlalu cepat, justru membuat tidak tertangkapnya pelaku lainnya dari sebuah kasus yang terungkap yang melibatkan beberapa tersangka karena todak menutup kemungkinan pelakau kejahatan memanfaatkan mass media sebagai informasi bagi kelompoknya atau menjadikan para pelaku kejahatan akan semakin protective . Pada akhirnya penilaian atas keuntungan dan kerugian dari Sebuah Pemberitaan Pers tentang proses penyidikan sebagaimana di gambarkan di atas sangat bergantung kepada pemirsa yang merespon atau melakukan penilaiannya dan sangat mengandung subyektivitas yang cukup tinggi, karena dipengaruhi oleh kualitas pendidikan dari pemirsa. Bagi yang memiliki latar belakang pendidikan yang cukup barangkali akan memandang aksi – aksi sang petuga reserse secara cerdas dan arif ketika melakukan penangkapan dengan cara – cara yang berlebihan merupakan suatu yang keliru karena syarat dengan pelanggaran HAM. Proses Penyidikan di Tingkat Polres yang mengakibatkan menurunnya Citra Polri Sebagai salah satu Sub sistem di Tingkat Polres, penyidik dituntut untuk melakukan pembenahan dalam rangka membangun image Polri yang positif guna mendapatkan kepercayaan dan simpati masyarakatnya. Pada tataran normatif, baik dalam konstitusi maupun peraturan perundang – undangan, Penyidik sudah secara tegas diletakan sebagai salah satu komponen di tingkat Polres yang bertugas merealisasikan ketertiban dan keamanan disampin tugas lainnya dibidang penegakkan hukum, tugas mewujudkan perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat. Sayangnya ketika memasuki tataran implementatif, meskipun adanya beberapa hal yang menggembirakan terlihat pula adanya distorsi dalam peran penyidik berupa pelenggaran – pelanggaran baik yang sifatnya pelanggaran kode etik maupun pelanggaran pidana . Berbicara tentang proses penyidikan, maka saya ingin membagi dalam 3 bagian yaitu : Upaya Paksa , Pemeriksaan dan Penyerahan Berkas Perkara yan pada ke 3 bagian tersebut selama ini telah menimbukan banyak penyimpangan yang mencoreng citra Polri yang ujung – ujungnya adalah mengeja uang sehingga banyak istilah – istilah dikalangan masyarakat yang nempaknya sudah mendarah daging seperti Kasih Uang Habis Perkara (KUHP), Prit Jigo, Polisi Ceban, Polisi delapan enam, Polisi Raja Tega dan sebagainya . Dari identifikasi penulis, maka ada beberapa titik kritis atau titik kerawanan dalam proses penyidikan yang membuat citra polisi dapat terpuruk , antara lain : a. Menangkap seorang tersangka, terutama orang – orang yang memiliki kedudukan pangkat atau jabatan terhormat, dimana terjadi bergaining apakah orang ini di borgol atau tidak, dimasukan mobil tahanan atau tidak, di ekspose ke mass media atau tidak . Melakukan Penahanan dan menawarkannya di ruang tahanan atau di ruang penyidikan yang biasanya luput dari kejaran pers. b. Pengungkapan kasus kejahatan dengan kekerasan, dimana tersangkanya dianiaya bahkan ditmbak mati. c. Menangguhkan penahanan tersangka tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan menurut KUHAP . d. Hilangnya Barang Bukti pada saat penyitaan di rumah tersangka atau saksi. e. Merekayasa terjadinya tindak pidana dan menentukan pasal – pasal yang ringan yang dipersangkakan agar tidak memberatkan tersangka. f. Menentukan pemeriksaan sesuai dengan keinginan Tersangka atau Saksi tanpa alasan yang jelas dan dibenarkan menurut Hukum Acara Yang berlaku. g. Pemeriksaan terhadap saksi dengan cara – cara yang brutal dan melanggar kode etik Polri. h. Mengambangkan proses penyidikan dengan cara menangguhkan penahanan seorang tersangka kemudian terhadap proses penyidikannya tiak dilanjutkan. Dalam posisi yang demikian maka akan terjadi transaksi illegal yang mau tidak mau daripada citra tersangka tersebut runtuh karena tindakan Polisi, maka ia kemudian memenuhi permintaan petugas. Peran Kapolres Untuk Mengemas Berita lewat Kemitraan Dengan insan Pers Yang Dapat Membangun Citra Polri Yang Positip Serta Upaya Untuk Mengukur Opini Publik Atas Kinerja Penyidik Bahwa memang tidaklah mudah menyajikan berita menjadi sebuah peluang yang akan memberikan citra positip bagi insitusi Kepolisian setingkat Polres, dimana kegiatan jurnalistik sangat dijamin untuk memberikan berita apa saja tanpa dapat dibendung, tanpa dapat disesor oleh pihak manapun karena hal tersebut di jamin dengan Undang – undang Republik Indonesia Nomor : 40 tahun 1999 tentang Pers meskipun wartawan wajib melayani hak jawab seseorang yang telah terekspose dalam sebuah pemberitaan . Meski ada mekanisme hak jawab, berita yang telah tersebar telah membentuk opini publik dengan begitu kuat sehingga hak jawab dari pihak – pihak yang telah terekspose dalam sebuah pemberitaan akan sulit melakukan recovery lewat sebuah hak jawab. Untuk mengeliminir pemberitaan – pemberitaan miring tentang citra penyidik di tingkat Polres ini, maka yang terpenting secara internal adalah memperbaiki kinerja penyidik yang senantiasa memegang ketentuan – ketentuan hukum yang terkai dengan tugas pokoknya yaitu : KUHP, KUHAP, UU HAM, undang – undang lainnya yang senantiasa dilandasi dengan Kode etik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selain itu agar berita yang disajikan menjadi berita yang memiliki nilai jual bagi seorang Kapolres untuk menaikan citra kesatuan yang dipimpinnya, maka yang harus dilakukan adalah : a. Membuat suatu kemitraan atau forum konsultasi dengan para juralist yang ada di daerahnya dengan catatan terlebih dahulu berkoordinasi dengan organisasi wartawan seperti PWI atau AJI, untuk memonitor atau melakukan pengecekan legalitas dari wartawan tersebut, untuk menghindarkan berita – berita yang justru akan menimbulkan kontra produktif dan merugikan pihak Polres.Prinsip dalam kemitraan ini adalah memberikan kemudahan akses informasi bagi media dan Kedekatan profesional sebagai pihak yang saling membutuhkan b. Menyatukan visi dan missi dengan para wartawan lewat forum silaturahmi yang diselenggarakan secara periodik, dalam forum tersebut seorang Kapolres harus menjelaskan kepada para wartawan bahwa institusi kepolisian sesuai dengan tahapan renstra Polri pada saat in tengah membangun kepercayaan publik (trust building) yang memerlukan peran wartawan sebagai bentuk kemitraannya. c. Untuk menghindari pemberitaan yang salah, maka hak untuk memberikan statement kepada pihak wartawan harus ditentukan oleh seorang Kapolres apakah Kapolres sendiri, Wakapolres atau Kasatreskrim dan kepada para anggota yang tidak berkompeten dilarang untuk memberikan statement nya kepada pihak wartawan. Anggota harus mengetahui dan memegang komitmennya bahwa yang bersangkutan tidak memiliki hak untuk memberikan statement agar tidak salah pemberitaan. d. Tidak bersikap apriori terhadap peran wartawan, justru dengan keberadaan wartawan tersebut akan membantu seorang Kapolres untuk melakukan pengawasannya kepada anggota secara eksternal mengingat informasi – informasi tentang perilaku personel Polres di luar kantor sulit diakses oleh para pengawas di Polres. e. Menjadikan pemberitaan yang buruk terhadap kinerja penyidik sebagai kritik yang konstruktif yang dapat memberikan motivasi untuk memperbaiki kinerja penyidik di tingkat Polres. f. Membuat statement yang sama antara Kapolres dengan Kasat atau penyidik, agar terjadi kesepahaman dalam pemberitaan dan tidak membingungkan publik yang menjadi pemirsa, dan dalam pembuatan statement terhadap kegiatan penyidikan senantiasa berisi nilai – nilai pemberitaan strategis yang dapat mengangkat citra Polri secara umum khususnya penyidik . g. Apabila terjadi kekeliruan pemberitaan, atau segera memanfaatkan hak jawab dengan berita – berita yang lebih tajam sebagai kontra opini, kalau perlu masuk dalam head line dan media – media yang memiliki ratting tertinggi di wilayahnya dengan harapan dapat mengubah opini yang telah lebih dahulu terbentuk dikalangan masyarakat. i. Memanfaatkan kegiatan fungsi inteljen untuk membuat klipping pers dan dari kegiatan tersebut di buat analisanya sebagai bahan prediksi maupun antisipasi h. Bahwa disadari peran wartawan dalam rangka pembentukan opini publik sangatlah besar yang dapat menjadikan kesatuan di tingkat KOD ini menjadi institusi yang dapat dipercaya dan dicintai publik, maka untuk meningkatkan akseselarsi pemberitaan – pemberitaan yang positip diperlukan anggaran yang memadai terutama dalam rangka pembentukan forum komunikasi atau forum kemitraan dengan wartawan. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam rangka perluasan berita kepada publik melalui peran pers adalah : Hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam penyebarluasan informasi, perlu dipelihara dan dijaga, Polri sebagai institusi yang harus bertanggung jawab kepada publik harus menyampaikan berita secara benar, akurat dan tepat, Media sebagai penyampai informasi meskipun merdeka dan bebas tetap harus bertanggung jawab dan Masyarakat sebagai penerima informasi harus arif dan bijaksana setiap menerima informasi. Kemudian strategi yang tidak dapat dilupakan adalah mengukur tingkat kepuasan masyarakat dengan cara menilai opini publik Yang Berkembang di masyarakat Akbat Pemberitaan Pers Terhadap Kinerja Penyidik Polres sebagai indikator keberhasilan suatu kesatuan. Untuk menganalisa dan mengevaluasi opini publik, kita bisa mengontrolnya dengan cermat lewat beberapa jalan antara lain : a. Interview (wawancara). Cara ini dilakukan secara umum terbuka, bisa lewat kelompok studi kepolisian atau oleh anggota kepolisian itu sendiri. Di sini peran Kapolres sangat penting mempengaruhi dan membentuk opini secara terbuka. Tentunya di sini dibutuhkan kekompakan koordinasi yang solid untuk menjaga kewibawaan polisi lewat fungsi-fungsi opsnal dengan fungsi reskrim agar tidak terjadi miss understanding dan miss action. b. Polling (jajak pendapat), pengumpulan pendapat (suara) secara lisan tertulis. Peranan polling ini sangat penting dan acap kali digunakan di negara maju. Berkat teknologi komunikasi yang canggih, polling bisa dilakukan dengan cepat sehingga digunakan oleh user dangan cepat pula. Polling dapat dilakukan dengan mengambil topik pada saat itu "Apakah penyidik polres sudah mampu melaksanakan tugasnya dengan baik?" Tentu ini sangat menentukan dan menguntungkan bagi perkembangan Polri selanjutnya tentunya hal ini sangat menguntungkan bagi Polri yang sangat berpengaruh bagi tugas tugas selanjutnya dimana polisi benar benar – benar dapat yakin dan percaya diri akan keberadaannya di terima oleh masyarakat. c. polemik. Ini dimulai dari sebuah tulisan di media massa untuk melempar gagasan, ide, pandangan, pendapat yang diperkirakan akan mengundang polemik. Dulu hal ini sering dilakukan, misalnya pemisahan Polri dari ABRI, pencabutan dwi fungsi ABRI, penerbitan UU kepolisian yang baru dll. Peranan media massa amat signifikan dalam menjembatani polemik ini .Dari sini akan terukur sejauh mana aspirasi itu direspon secara positif atu negatif oleh masyarakat. III. KESIMPULAN Bahwa proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Polres selama ini masih dilakukan dengan cara – cara yang melanggar dari ketentuan hukum yang berlaku baik secara material maupun formal yang tidak dilandasi dengan kode etik dan penghormatan terhadap Hak – hak asasi manusia yang kemudian memperburuk citra Polri. Peran pers selama ini cukup strategis untuk membuat citra Polri dimata masyarakat sehingga diperlukan kepiawaian seorang Kapolres untuk membangun kemitraan dengan insan Pers untuk menjadikan keberadaan pers tersebut sebagai peluang yang dapat menguntungkan bagi kesatuannya serta dapat membantu Kapolres untuk melakukan salah satu fungsi manajemen yaitu fungsi Pengawasan secara eksternal terhadap kinerja anggotanya yang melakukan kegiatan penyidikan. Untuk mengeliminir pemberitaan – pemberitaan miring yang menyangkut kinerja penyidik reskrim di tingkat Polres, maka yang paling terpenting , secara internal adalah memperbaiki terlebih dahulu perilaku serta kemampuan penyidik .Karena sebaik apapun berita, bila tidak didukung dengan akurasi data yang valid maka publik tetap akan mengetahuinya. Lembang, 6 Maret 2008 Penulis ASEPJ. SUDRAJAT, S.Ik KOMPOL NRP 71100299 DAFTAR PUSTAKA 1. Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. 2. Undang – Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers 3. Undang – Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana 4. Peraturan Kapolri Nomor : 9 tahun 2007 tentang rencana strategis Kepolisian Negara Republik Indonesia Tahun 2005 – 2009 5. Tap MPR No VI/2000 dan Tap MPR No VII/2000 tentang pemisahan Polri dari ABRI. 6. Bahan Pelajaran Strategi Komunikasi Pasis Sespim Polri Dikreg Ke-46 T.P 2008. 7. Merubah Image Polri, Brigjen Pol Drs.Soewadji, PT. Pustka Bintang – Jakarta 2005. 8. Etika Kepolisian, Jendral Polisi (Purn) drs.Kunarto, Cipta Manunggal – Jakarta 1997 .

JUWENI

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.