29 Agustus, 2008

PEMBERDAYAAN

JUWENI
POLA KEMITRAAN DENGAN INSAN PERS GUNA MEMBANGUN CITRA POLRI DI BIDANG PENYIDIKAN OLEH KAPOLRES I. PENDAHULUAN BANGSA Indonesia tidak bisa melepaskan diri dari globalisasi. Era global ini ditandai dengan munculnya masyarakat dunia, dengan nilai-nilai universal yang dianut bersama. Terdapat beberapa isu atau jargon di era global ini, seperti demokratisasi, hak asasi manusia ( HAM), lingkungan hidup, penggunaan standar internasional dan hak atas kekayaan intelektual (HaKI) termasuk kriminalitas tingkat tinggi sejalan dengan kemajuan dan perkembangan teknologi, sebagaimana dilakukan para terorisme, cyber crime dan sebagainya. Kondisi ini mengakibatkan perubahan dan tuntutan mendasar, baik bagi masyarakat maupun pemerintah. Berbagai gejolak, keinginan, dan harapan, pada hakikatnya bermuara pada perbaikan menuju masyarakat madani, yaitu suatu masyarakat yang segala kegiatan pemerintahannya (termasuk Polri ) sepenuhnya demi untuk rakyat. Sudah delapan tahun Polri menikmati status kemandiriannya melalui Tap MPR No VI/2000 dan Tap MPR No VII/2000 serta UU No 2/2002 tentang Polri, namun publik masih menganggap kinerja Polri masih belum juga optimal. Sejumlah kasus telah membuat citra Polri terpuruk.Masyarakat banyak mempertanyakan profesionalisme polisi dalam mengungkap berbagai kasus. Namun dalam sejumlah kasus lain, sebaliknya membuat citra polisi membaik. terlebih dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini, polisi berhasil menangkap para pelaku peledakan bom di berbagai tempat di Indonesia, khususnya Bali. Peningkatan profesionalisme, kemandirian dan citra Polri menjadi perhatian dan tanggung jawab semua pihak. Hal ini harus dimulai dari kondisi internal Polri, seperti dalam hal – hal tugas Polri yang secara langsung berlaitan dengan masyarakat yang memerlukan perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat seperti dalam proses penyidikan dari mulai tingkat Mabes Polri sampai dengan tingkat KOD yang sangat rentan dengan berbagai penyalahgunaan wewenang yang kemudian terekspolitasi secara vulgar ke publik tanpa dapat dikendalikan. Citra Polri yang tengah dibangun melalui strategi Polri agar Institus Polri dapat dipercaya oleh masyarakat sejalan dengan rencana strategis dan operasionalisasi membangun kepercayaan dengan terpadu mencakup : menanamkan kepercayaan ( trust building) dengan khalayak publik, memperluas kemitraan (patnership dan networking) secara bertahap dengan masyarakat, meningkatkan kesempurnaan (strive for excellence) dalam setiap kegiatan Polisi dan menghindarkan kompromi atau sub optimalisasi kinerja dengan cara antara lain mengetengahkan Polri sebagai institusi sipil yang memiliki jajaran Polisi yang memperlihatkan keteladanan warga negara, berintgritas, profesional, akrab dan tegas namun patuh hukum dalam menegakkan hukum. Plus Minus Citra Polri yang berkembang selama ini terbangun karena informasi di publikasikan secara cepat oleh pers yang tidak henti - hentinya memonitor setiap aktivitas Kepolisian. Prestasi Polri akan menaikkan citra Polri, sebaliknya juga perilaku buruk justru akan menghancurkan citra Polri, ada adagium “ The good news is a bad news and the bad news is a good news”. Di tengah perkembangan dinamika sosial yang makin kompleks dan arus informasi yang makin deras, peranan media massa ternyata makin penting dan strategis. Media cetak atau media elektronik sudah menjadi faktor penentu dalam membentuk opini masyarakat (public opinion).Informasi ini ternyata bak pisau bermata dua, menguntungkan sekaligus bisa merugikan. Menguntungkan karena makin banyaknya informasi sekaligus makin banyak referensi seseorang atau institusi untuk pengambilan sikap dalam suatu kebijakan. Tapi juga merugikan bila kita tak cerdas mengolahnya dan menyiasatinya. Karena di dalamnya terdapat aspek subyektivitas. Opini publik akan menentukan bagaimana suatu institusi dalam hal ini Polri, di mata masyarakat secara sistematis dan terukur dapat dikontrol dan menorehkan hasil nilai, rapor Polri sehingga bisa dinyatakan berhasil atau malah dikatakan tidak becus dalam melaksanakan fungsinya dalam tugas sebagai pelindung, pengayom, public service (pelayan masyarakat) yang sekaligus sebagai law enforcemennt (penegak hukum). Peran sentral dari kegiatan jurnalistik yang dilakukan ole insan pers, dapat menjadi peluang (oppotunity) bahkan dapat juga berubah menjadi ancaman (threatment) yang tergantung dari bentuk berita yang akan disajikan oleh pihak yang memerlukannya. Oleh karena itu permasalahan yang ingin saya angkat dalam tulisan ini adalah “ Bagaimanakah upaya Kapolres untuk memberdayakan Pers sebagai media untuk menaikan citra Polri ? Sedangkan Pokok – Pokok Permasalahannya adalah sebagai berikut : Bagaimanakah proses penyidikan oleh penyidik Polres selama ini ? Apakah Peran pers selama ini dalam pembentukan citra Polri selama ini ? dan Apakah upaya Kapolres untuk memberdayakan Pers sebagai media untuk menaikan citra Polri. II. PEMBAHASAN Peran Pers Dan Pengaruhnya Terhadap Pembentukan Opini Publik Terhadap Citra Polri Tidaklah kita berapriori, jika kita mengatakan bahwa opini kerap dilupakan oleh Kesatuan di tingkat KOD atau secara implisit dikatakan Polres kurang care terhadap adanya opini publik yang dibangun oleh pers ternyata berperan dalam membentuk citranya. Apalagi dalam era reformasi yang global sekarang ini, perang informasi dan pembentukan opini sangat berperan dan mendominasi untuk maju tidaknya suatu institusi itu dapat diterima masyarakat atau tidak. Jika opini publik yang berkembang kurang menguntungkan, akibatnya citra Polri makin terpuruk dalam pandangan kaca mata masyarakat, lebih-lebih di kancah internasional. Mengandalkan peran Humas Polda yang sangat terbatas dalam akselerasinya, menuntut setiap jajaran tingakt KOD harus membangun kemitraan dengan insan pers. Sebagaimana dalam Ketentuan Umum dari Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers bahwa pers merupakan lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki,menyimpan, menyampaikan, baik dalam bentuk tulisan, gambar, suara dan gambar, data dan grafik, maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik maupun saluran lainnya. Sejak jaman kemerdekaan sampai dengan saat ini pers memiliki peran yang cukup strategis, bayangkan saja hanya dengan sebuah pemberitaan berjuta – juta orang akan terpengaruh baik dari hal – hal yang bersifat positif atau negatif tanpa dapat dicegah. Prof. W.Doob dalam bukunya Public opinion and propaganda menyatakan, pendapat umum (public opinion) menunjukkan sikap orang orang yang menjadi anggota dari satu golongan sosial terhadap suatu hal. William Albig dalam bukunya Modern Public Opinion mengungkapkan, pendapat umum (public opinion) adalah ekspresi segenap anggota suatu kelompok yang berkempentingan atas suatu masalah. Prof Kasterhod mengatakan, public opinion adalah mendefinisikan pendapat rata-rata atau persesuaian pendapat antara orang dari suatu golongan sosial terhadap masalah atau hal hal kemasyarakatan. Ada dua metode cara pembentukan opini publik yang sangat umum. Pertama, koersif (memaksa), seperti melalui tindakan yang memaksa seperti teror, pemerasan, boikot, rumor fitnah, yang tujuannya menimbulkan keresahan, ketidakpercayaan, ketakutan tentang apa yang terjadi di tengah masyarakat, sehingga berekses anggapan miring di dalam masyarakat. Cara ini biasanya dilakukan oleh anggota masyarakat dan atau golongan tertentu untuk menguji kesiapsiagaan Polri dalam melaksanakan tugasnya sebagai penyelenggara Kambtibmas. Dari sini timbul opini bahwa polisi tidak mampu mengatasi kekacauan, kerusuhan, gangguan kamtibmas. Kedua, persuasif yakni suatu cara dengan menggunakan tindakan yang menggarap aspek psikologis secara halus guna membangkitkan kesadaran individu melalui komunikasi yang persuasif pula, baik dilakukan secara lisan (ceramah, seminar) atau pun tertulis (artikel, selebaran, media mass media). Cara ini sering dilakukan untuk mendiskreditkan Polisi dari mata masyarakat oleh LSM, pengamat, institusi baik dari lokal maupun internasional . Sebagai contoh, Kita masih ingat kasus Trisakti yang jelas diketahui lewat uji balistik, bahwa proyektil yang ditemukan dalam tubuh korban bukan milik Polri dan lewat video rekaman ilegal, dapat dilihat penembakan dilakukan dari atas gedung, yang tidak mungkin dilakukan oleh polisi yang pada saat itu berhadapan langsung dengan massa, dan dilakukan oleh anggota sniper, tentunya yang punya daya latih internasional. Tapi sekali lagi Polri menjadi "korbannya" sehingga dijadikan kambing hitam pada persidangan selanjutnya, yang seolah-olah "diskenariokan" menjadi tersangka penembakan. Ini makin membuat opini publik makin miring dan tak bersimpati kepada Polri. Namun, demikian sebaliknya seperti kita ketahui bahwa citra Polri juga melambung tinggi, apresiasi datang tidak hanya dari masyarakat Indonesia akan tetapi juga dari masyarakat internasional atas kinerja Polri yang mampu mengungkap kasus peledakan bom Bali dan beberapa lokasi lainnya. Dalam konteks proses penyidikan, sada beberapa keuntungan dari sebuah pemberitaan oleh pers terkait dengan proses penyidikan adalah sebagai berikut : a. Berita pengungkapan kasus akan membentuk publik opini yang positip terhadap kinerja petugas Polri. b. Sebagai warning bagi pelaku kejahatan, setelah diketahui teman – teman pelakuknya tertangkap apalagi setelah menerima tindakan keras . Secara psikologis dapat menurunkan aksi kejahatannya karena identitas pelaku sudah diketahui. c. Memberikan pemahaman dan pembelajaran kepada masyarakat agar senantiasa takut dan patuh hukum . d. Memberikan rasa kepuasan terhadap pihak korban atau masyarakat yang pernah menjadi korban kejahatannya. e. Sebagai sumber informasi bagi kesatuan lainnya yang wilayahnya pernah menjadi sasaran kejahatan dari pelaku . Sedangkan kerugian yang harus ditanggung oleh pihak Polres dari sebuah pemberitaan antara lain adalah sebagai berikut : a. Ekspose kasus kriminal yang berlebihan akan menjadi bukti materil, ketika ada gugatan atas pelanggaran HAM oleh petugas Polri. b. Ekspose pengungkapan kasus yang terlalu cepat, justru membuat tidak tertangkapnya pelaku lainnya dari sebuah kasus yang terungkap yang melibatkan beberapa tersangka karena todak menutup kemungkinan pelakau kejahatan memanfaatkan mass media sebagai informasi bagi kelompoknya atau menjadikan para pelaku kejahatan akan semakin protective . Pada akhirnya penilaian atas keuntungan dan kerugian dari Sebuah Pemberitaan Pers tentang proses penyidikan sebagaimana di gambarkan di atas sangat bergantung kepada pemirsa yang merespon atau melakukan penilaiannya dan sangat mengandung subyektivitas yang cukup tinggi, karena dipengaruhi oleh kualitas pendidikan dari pemirsa. Bagi yang memiliki latar belakang pendidikan yang cukup barangkali akan memandang aksi – aksi sang petuga reserse secara cerdas dan arif ketika melakukan penangkapan dengan cara – cara yang berlebihan merupakan suatu yang keliru karena syarat dengan pelanggaran HAM. Proses Penyidikan di Tingkat Polres yang mengakibatkan menurunnya Citra Polri Sebagai salah satu Sub sistem di Tingkat Polres, penyidik dituntut untuk melakukan pembenahan dalam rangka membangun image Polri yang positif guna mendapatkan kepercayaan dan simpati masyarakatnya. Pada tataran normatif, baik dalam konstitusi maupun peraturan perundang – undangan, Penyidik sudah secara tegas diletakan sebagai salah satu komponen di tingkat Polres yang bertugas merealisasikan ketertiban dan keamanan disampin tugas lainnya dibidang penegakkan hukum, tugas mewujudkan perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat. Sayangnya ketika memasuki tataran implementatif, meskipun adanya beberapa hal yang menggembirakan terlihat pula adanya distorsi dalam peran penyidik berupa pelenggaran – pelanggaran baik yang sifatnya pelanggaran kode etik maupun pelanggaran pidana . Berbicara tentang proses penyidikan, maka saya ingin membagi dalam 3 bagian yaitu : Upaya Paksa , Pemeriksaan dan Penyerahan Berkas Perkara yan pada ke 3 bagian tersebut selama ini telah menimbukan banyak penyimpangan yang mencoreng citra Polri yang ujung – ujungnya adalah mengeja uang sehingga banyak istilah – istilah dikalangan masyarakat yang nempaknya sudah mendarah daging seperti Kasih Uang Habis Perkara (KUHP), Prit Jigo, Polisi Ceban, Polisi delapan enam, Polisi Raja Tega dan sebagainya . Dari identifikasi penulis, maka ada beberapa titik kritis atau titik kerawanan dalam proses penyidikan yang membuat citra polisi dapat terpuruk , antara lain : a. Menangkap seorang tersangka, terutama orang – orang yang memiliki kedudukan pangkat atau jabatan terhormat, dimana terjadi bergaining apakah orang ini di borgol atau tidak, dimasukan mobil tahanan atau tidak, di ekspose ke mass media atau tidak . Melakukan Penahanan dan menawarkannya di ruang tahanan atau di ruang penyidikan yang biasanya luput dari kejaran pers. b. Pengungkapan kasus kejahatan dengan kekerasan, dimana tersangkanya dianiaya bahkan ditmbak mati. c. Menangguhkan penahanan tersangka tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan menurut KUHAP . d. Hilangnya Barang Bukti pada saat penyitaan di rumah tersangka atau saksi. e. Merekayasa terjadinya tindak pidana dan menentukan pasal – pasal yang ringan yang dipersangkakan agar tidak memberatkan tersangka. f. Menentukan pemeriksaan sesuai dengan keinginan Tersangka atau Saksi tanpa alasan yang jelas dan dibenarkan menurut Hukum Acara Yang berlaku. g. Pemeriksaan terhadap saksi dengan cara – cara yang brutal dan melanggar kode etik Polri. h. Mengambangkan proses penyidikan dengan cara menangguhkan penahanan seorang tersangka kemudian terhadap proses penyidikannya tiak dilanjutkan. Dalam posisi yang demikian maka akan terjadi transaksi illegal yang mau tidak mau daripada citra tersangka tersebut runtuh karena tindakan Polisi, maka ia kemudian memenuhi permintaan petugas. Peran Kapolres Untuk Mengemas Berita lewat Kemitraan Dengan insan Pers Yang Dapat Membangun Citra Polri Yang Positip Serta Upaya Untuk Mengukur Opini Publik Atas Kinerja Penyidik Bahwa memang tidaklah mudah menyajikan berita menjadi sebuah peluang yang akan memberikan citra positip bagi insitusi Kepolisian setingkat Polres, dimana kegiatan jurnalistik sangat dijamin untuk memberikan berita apa saja tanpa dapat dibendung, tanpa dapat disesor oleh pihak manapun karena hal tersebut di jamin dengan Undang – undang Republik Indonesia Nomor : 40 tahun 1999 tentang Pers meskipun wartawan wajib melayani hak jawab seseorang yang telah terekspose dalam sebuah pemberitaan . Meski ada mekanisme hak jawab, berita yang telah tersebar telah membentuk opini publik dengan begitu kuat sehingga hak jawab dari pihak – pihak yang telah terekspose dalam sebuah pemberitaan akan sulit melakukan recovery lewat sebuah hak jawab. Untuk mengeliminir pemberitaan – pemberitaan miring tentang citra penyidik di tingkat Polres ini, maka yang terpenting secara internal adalah memperbaiki kinerja penyidik yang senantiasa memegang ketentuan – ketentuan hukum yang terkai dengan tugas pokoknya yaitu : KUHP, KUHAP, UU HAM, undang – undang lainnya yang senantiasa dilandasi dengan Kode etik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selain itu agar berita yang disajikan menjadi berita yang memiliki nilai jual bagi seorang Kapolres untuk menaikan citra kesatuan yang dipimpinnya, maka yang harus dilakukan adalah : a. Membuat suatu kemitraan atau forum konsultasi dengan para juralist yang ada di daerahnya dengan catatan terlebih dahulu berkoordinasi dengan organisasi wartawan seperti PWI atau AJI, untuk memonitor atau melakukan pengecekan legalitas dari wartawan tersebut, untuk menghindarkan berita – berita yang justru akan menimbulkan kontra produktif dan merugikan pihak Polres.Prinsip dalam kemitraan ini adalah memberikan kemudahan akses informasi bagi media dan Kedekatan profesional sebagai pihak yang saling membutuhkan b. Menyatukan visi dan missi dengan para wartawan lewat forum silaturahmi yang diselenggarakan secara periodik, dalam forum tersebut seorang Kapolres harus menjelaskan kepada para wartawan bahwa institusi kepolisian sesuai dengan tahapan renstra Polri pada saat in tengah membangun kepercayaan publik (trust building) yang memerlukan peran wartawan sebagai bentuk kemitraannya. c. Untuk menghindari pemberitaan yang salah, maka hak untuk memberikan statement kepada pihak wartawan harus ditentukan oleh seorang Kapolres apakah Kapolres sendiri, Wakapolres atau Kasatreskrim dan kepada para anggota yang tidak berkompeten dilarang untuk memberikan statement nya kepada pihak wartawan. Anggota harus mengetahui dan memegang komitmennya bahwa yang bersangkutan tidak memiliki hak untuk memberikan statement agar tidak salah pemberitaan. d. Tidak bersikap apriori terhadap peran wartawan, justru dengan keberadaan wartawan tersebut akan membantu seorang Kapolres untuk melakukan pengawasannya kepada anggota secara eksternal mengingat informasi – informasi tentang perilaku personel Polres di luar kantor sulit diakses oleh para pengawas di Polres. e. Menjadikan pemberitaan yang buruk terhadap kinerja penyidik sebagai kritik yang konstruktif yang dapat memberikan motivasi untuk memperbaiki kinerja penyidik di tingkat Polres. f. Membuat statement yang sama antara Kapolres dengan Kasat atau penyidik, agar terjadi kesepahaman dalam pemberitaan dan tidak membingungkan publik yang menjadi pemirsa, dan dalam pembuatan statement terhadap kegiatan penyidikan senantiasa berisi nilai – nilai pemberitaan strategis yang dapat mengangkat citra Polri secara umum khususnya penyidik . g. Apabila terjadi kekeliruan pemberitaan, atau segera memanfaatkan hak jawab dengan berita – berita yang lebih tajam sebagai kontra opini, kalau perlu masuk dalam head line dan media – media yang memiliki ratting tertinggi di wilayahnya dengan harapan dapat mengubah opini yang telah lebih dahulu terbentuk dikalangan masyarakat. i. Memanfaatkan kegiatan fungsi inteljen untuk membuat klipping pers dan dari kegiatan tersebut di buat analisanya sebagai bahan prediksi maupun antisipasi h. Bahwa disadari peran wartawan dalam rangka pembentukan opini publik sangatlah besar yang dapat menjadikan kesatuan di tingkat KOD ini menjadi institusi yang dapat dipercaya dan dicintai publik, maka untuk meningkatkan akseselarsi pemberitaan – pemberitaan yang positip diperlukan anggaran yang memadai terutama dalam rangka pembentukan forum komunikasi atau forum kemitraan dengan wartawan. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam rangka perluasan berita kepada publik melalui peran pers adalah : Hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam penyebarluasan informasi, perlu dipelihara dan dijaga, Polri sebagai institusi yang harus bertanggung jawab kepada publik harus menyampaikan berita secara benar, akurat dan tepat, Media sebagai penyampai informasi meskipun merdeka dan bebas tetap harus bertanggung jawab dan Masyarakat sebagai penerima informasi harus arif dan bijaksana setiap menerima informasi. Kemudian strategi yang tidak dapat dilupakan adalah mengukur tingkat kepuasan masyarakat dengan cara menilai opini publik Yang Berkembang di masyarakat Akbat Pemberitaan Pers Terhadap Kinerja Penyidik Polres sebagai indikator keberhasilan suatu kesatuan. Untuk menganalisa dan mengevaluasi opini publik, kita bisa mengontrolnya dengan cermat lewat beberapa jalan antara lain : a. Interview (wawancara). Cara ini dilakukan secara umum terbuka, bisa lewat kelompok studi kepolisian atau oleh anggota kepolisian itu sendiri. Di sini peran Kapolres sangat penting mempengaruhi dan membentuk opini secara terbuka. Tentunya di sini dibutuhkan kekompakan koordinasi yang solid untuk menjaga kewibawaan polisi lewat fungsi-fungsi opsnal dengan fungsi reskrim agar tidak terjadi miss understanding dan miss action. b. Polling (jajak pendapat), pengumpulan pendapat (suara) secara lisan tertulis. Peranan polling ini sangat penting dan acap kali digunakan di negara maju. Berkat teknologi komunikasi yang canggih, polling bisa dilakukan dengan cepat sehingga digunakan oleh user dangan cepat pula. Polling dapat dilakukan dengan mengambil topik pada saat itu "Apakah penyidik polres sudah mampu melaksanakan tugasnya dengan baik?" Tentu ini sangat menentukan dan menguntungkan bagi perkembangan Polri selanjutnya tentunya hal ini sangat menguntungkan bagi Polri yang sangat berpengaruh bagi tugas tugas selanjutnya dimana polisi benar benar – benar dapat yakin dan percaya diri akan keberadaannya di terima oleh masyarakat. c. polemik. Ini dimulai dari sebuah tulisan di media massa untuk melempar gagasan, ide, pandangan, pendapat yang diperkirakan akan mengundang polemik. Dulu hal ini sering dilakukan, misalnya pemisahan Polri dari ABRI, pencabutan dwi fungsi ABRI, penerbitan UU kepolisian yang baru dll. Peranan media massa amat signifikan dalam menjembatani polemik ini .Dari sini akan terukur sejauh mana aspirasi itu direspon secara positif atu negatif oleh masyarakat. III. KESIMPULAN Bahwa proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Polres selama ini masih dilakukan dengan cara – cara yang melanggar dari ketentuan hukum yang berlaku baik secara material maupun formal yang tidak dilandasi dengan kode etik dan penghormatan terhadap Hak – hak asasi manusia yang kemudian memperburuk citra Polri. Peran pers selama ini cukup strategis untuk membuat citra Polri dimata masyarakat sehingga diperlukan kepiawaian seorang Kapolres untuk membangun kemitraan dengan insan Pers untuk menjadikan keberadaan pers tersebut sebagai peluang yang dapat menguntungkan bagi kesatuannya serta dapat membantu Kapolres untuk melakukan salah satu fungsi manajemen yaitu fungsi Pengawasan secara eksternal terhadap kinerja anggotanya yang melakukan kegiatan penyidikan. Untuk mengeliminir pemberitaan – pemberitaan miring yang menyangkut kinerja penyidik reskrim di tingkat Polres, maka yang paling terpenting , secara internal adalah memperbaiki terlebih dahulu perilaku serta kemampuan penyidik .Karena sebaik apapun berita, bila tidak didukung dengan akurasi data yang valid maka publik tetap akan mengetahuinya. Lembang, 6 Maret 2008 Penulis ASEPJ. SUDRAJAT, S.Ik KOMPOL NRP 71100299 DAFTAR PUSTAKA 1. Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. 2. Undang – Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers 3. Undang – Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana 4. Peraturan Kapolri Nomor : 9 tahun 2007 tentang rencana strategis Kepolisian Negara Republik Indonesia Tahun 2005 – 2009 5. Tap MPR No VI/2000 dan Tap MPR No VII/2000 tentang pemisahan Polri dari ABRI. 6. Bahan Pelajaran Strategi Komunikasi Pasis Sespim Polri Dikreg Ke-46 T.P 2008. 7. Merubah Image Polri, Brigjen Pol Drs.Soewadji, PT. Pustka Bintang – Jakarta 2005. 8. Etika Kepolisian, Jendral Polisi (Purn) drs.Kunarto, Cipta Manunggal – Jakarta 1997 .
JUWENI
PERAN POLRI DALAM PENERAPAN HUKUM TERHADAP KELANGSUNGAN PEMBANGUNAN NASIONAL I. PENDAHULUAN. Perkembangan lingkungan strategik sangat berpengaruh terhadap Pembangunan hukum nasional di Indonesia. Pembangunan tersebut secara implisit membahas dua muatan utama, pertama, terkait dengan konsep hukum pembangunan yang menempatkan peranan hukum sebagai sarana pembaruan masyarakat, dan konsep hukum sebagai sarana rekayasa sosial dan birokrasi,. Kedua adalah penataan kelembagaan atau reformasi birokrasi. Dalam kehidupan politik dan ketatanegaraan di Indonesia telah terjadi perubahan paradigma yaitu dari sistem otoritarian kepada sistem demokratis dan dari sistem sentralistik kepada sistem otonomi. Sebagai akibat dari perubahan paradigma tersebut akan sangat berdampak terhadap sistem hukum yang dianut selama ini yang menitik beratkan kepada produk-produk hukum yang lebih banyak berpihak kepada kepentingan penguasa dari pada kepentingan rakyat, serta produk hukum yang lebih mengedepankan dominasi kepentingan pemerintah pusat dari pada kepentingan pemerintah daerah. Sebagai akibatnya maka berbagai akses muncul seperti egoisme sektoral dan menurunnya kerjasama antar aparat penegak hukum (CJS) Kejaksaan, Kehakiman, Polri yang secara signifikan berpengaruh pada memburuknya fungsi pengayoman terhadap masyarakat, dimana intinya karena miskinnya pemahaman tentang visi dan misi sistem peradilan pidana terpadu, hak untuk memperoleh penasehat hukum, hak untuk tidak menjawab, praduga tak bersalah, hak diproses hukum, memperoleh keadilan dalam pengadilan (impartiar trial), transparansi dan akuntabilitas, dimana hal tersebut bila tidak diantisipasi dapat mengganggu kelangsungan pembangunan nasional Dalam hal ini Polri mempunyai tugas mengawal dan mengamankan langkah-langkah strategi untuk mengantisipasinya. Atas dasar tersebut diatas, maka penulis menetapkan judul peran Polri dalam penerapan hukum terhadap kelangsungan pembangunan nasional. II. PEMBAHASAN. Beberapa peristiwa dimasa lampau memperlihatkan sebagai bukti bahwa telah terjadi perampasan hak-hak rakyat baik di bidang politik, ekonomi, dan sosial dengan alasan untuk pembangunan nasional yang mana pembangunan tersebut meliputi pembangunan jangka pendek, pembangunan jangka sedang dan pembangunan jangka panjang, dengan diberlakukannya berbagai peraturan perundang-undangan atau keputusan pemerintah, misal UU No. 21 tahun 1970 tentang hak pengusahaan dan pungut hasil hutan, UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Dalam kaitannya dengan sarana pembaruan masyarakat, hukum nasional di buat oleh pemerintah (Departemen Kehakiman) dalam rangka menyikapi perubahan sistem politik dan sistem ketatanegaraan yang telah berubah dengan cepat setelah masa reformasi. Produk hukum nasional yang di buat saat ini, tampak lebih menitik beratkan pada kepentingan penguasa dari pada kepentingan rakyat, dan produk hukum yang di buat lebih mengedepankan dominasi kepentingan Pemerintah Pusat dari pada kepentingan Pemerintah Daerah. Konsep hukum dan fungsi sebagai sarana rekayasa sosial, dapat dilaksanakan secara efektif jika penyelenggara birokrasi telah memahami fungsi dan peranan serta posisi hukum pada tempat yang layak dan proporsional. Hukum dalam hal ini dipandang bukan sebagai perangkat yang harus dipatuhi oleh masyarakat saja melainkan juga harus dipandang sebagai sarana yang harus dapat membatasi perilaku aparat penegak hukum dan pejabat publik. Ukuran keberhasilan pembangunan hukum tidak sama dengan pembangunan fisik karena pembangunan fisik jelas dapat dinilai dalam bentuk angka-angka termasuk keberhasilan maupun kegagalannya (Mochtar Kusumaatmadja, 1975). Aparatur hukum dalam konteks perkembangan politik dan penegakan hukum di Indonesia menempati posisi yang sangat strategis dan menentukan keberhasilan pembangunan nasional. Dengan mengedepankan konsep panutan atau kepemimpinan, diharapkan dapat diwujudkan secara bersamaan dan sekaligus dengan konsep perubahan dan pemberdayaan masyarakat melalui hukum sebagai sarana pembaruan. Walaupun pimpinan Polri telah melaksanakan reformasi internal yang meliputi aspek struktural, instrumental dan kultural, tetapi penegakan hukum yang dilakukan Polri namun masih dirasakan belum memenuhi harapan masyarakat dengan indikator-indikator sebagai berikut : 1. Aspek Pelayanan Penegakan Hukum. a. Masih ditemukan diskriminasi dalam penegakan hukum oleh Polri terhadap masyarakat kecil. b. Masih ditemukan manipulasi perkara guna membantu pihak tertentu. c. Masih ditemukan kelambanan dalam pelayanan penegakan hukum. d. Masih ditemukannya aparat penegak hukum yang tidak profesional dan proporsional dalam menangani suatu kasus, seperti pada TPA Bojong di Bogor. 2. Aspek Perilaku Penegak Hukum Polri. a. Perilaku yang menyimpang seperti arogansi, sewenang-wenang maupun tindakan yang tidak menyenangkan terhadap tersangka maupun saksi dan korban. b. Berperilaku KKN dalam melaksanakan tugasnya seperti jual beli perkara, manipulasi perkara, hal-hal lain yang merugikan masyarakat dari aspek finansial, sehingga muncul pameo lapor kehilangan ayam menjadi kehilangan kambing. Peran Polri dalam penerapan hukum terhadap kelangsungan pembangunan nasional Aparat Penegak Hukum (Polri) hendaknya : 1. Aparat penegak hukum yang bermoral yaitu dapat melaksanakan tugas sesuai dengan norma agama yang dianutnya. 2. Aparat penegak hukum yang menjunjung tinggi HAM. Diharapkan bahwa semua aparat penegak hukum Polri wajib mematuhi ketentuan-ketentuan serta menyesuaikan diri dalam semua tindakan operasionalnya untuk menghormati HAM. 3. Aparat penegak hukum yang tidak diskriminatif. Diskriminatif dalam tindakan hukum merupakan pembatasan, pelecehan atau pengucilan yang langsung atau tidak langsung didasarkan pada perbedaan aspek manusia. 4. Aparat penegak hukum yang mempunyai akuntabilitas, transparan, jujur dan adil bebas KKN. 5. Aparat penegak hukum yang profesional, proporsional dan menjunjung supremasi hukum. 6. Memanfaatkan jaringan kerjasama dengan semua pihak untuk meningkatkan kemampuan dibidang preventif dan preemtif dengan mengedepankan hukum dalam pembangunan nasional. 7. Memberikan advokasi dan mengkampanyekan bermacam perilaku, sikap dan tindakan berbagai pihak agar saling menghormati, menerapkan dan menegakan hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. III. PENUTUP. Secara umum penerapan hukum di Indonesia masih sangat lemah karena masih memakai paradigma lama, dimana hukum dipakai oleh penguasa birokrat sebagai sarana rekayasa sosial dn birokrasi ditambah dengan SDM dari pada aparat penegak hukum seperti CJS (Polri, Kehakiman, Kejaksaan) dan sistem yang ada pada instansi-instansi penegak hukum dirasakan masih sangat lemah.. Peran Polri dalam penerapan hukum terhadap kelangsungan pembangunan nasional yang meliputi pembangunan jangka pendek, pembangunan jangka sedang dan pembangunan jangka panjang yaitu proaktif yang dilaksanakan dengan melihat aparat penegak hukum itu sendiri yang dititik beratkan pada peningkatkan kemampuan SDM Polri dan koordinasi antar instansi penegak hukum lainnya CJS (Criminal Justice System) lainnya. Lembang, Agusutus 2007 Penulis, Drs. ALOWESIUS JOSEF, BM AKBP NRP.66090430 DAFTAR PUSTAKA - Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1970 tentang Hak Pengusaha dan Pungut Hasil Hutan. - Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. - Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. - Mochtar Kusumaatmadja, Pembangunan Hukum di Era Reformasi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1975. - Bahan Pelajaran M.P Perkembangan Lingstra, Pasis Sespim Polri Dikreg Ke-45 T.P 2007, Perkembangan Lingkungan Strategis dan Pengaruhnya Terhadap Kamdagri. BANG LINGSTRA PRODUK HUKUM NAS GAMB PENERAPAN HUKUM DI IND HUKUM DI TERAPKAN PEMB NAS LANCAR APARAT GAKUM PENERAPAN HUKUM KAMDAGRI TERWUJUD BANG LINGSTRA PRODUK HUKUM NAS GAMB PENERAPAN HUKUM DI IND HUKUM DI TERAPKAN PEMB NAS LANCAR APARAT GAKUM PENERAPAN HUKUM KAMDAGRI TERWUJUD - KEPENTINGAN PENGUASA DARI PADA KEPENTINGAN RAKYAT - KEPENTINGAN PEMERINTAH PUSAT DARI PADA PEMERINTAH DAERAH MENGEDEPANKAN KONSEP PANUTAN / KEPEMIMPINAN DENGAN KONSEP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT - ASPEK PELAYANAN PENEGAK HKM · DISKRIMINASI DLM GAKUM THD MASY KECIL · MANIPULASI PERKARA · TDK PROF & PROPORSIONAL - ASPEK PERILAKU PENEGAK HKM · AROGANSI, SEWENANG-WENANG · KKN - HKM SEBAGAI SARANA PEMBAURAN - HKM SEBAGAI SARANA REKAYASA SOSIAL · APARAT GAKKUM YG JUNJUNG TINGGI HAM à MEMATUHI KETENTUAN2 & SESUAIKAN DIRI DLM TINDAKAN OPS DGN HORMATI HAM · TDK DISKRIMINATIF à TDK LAKUKAN PELECEHAN, PENGUCILAN à PERBEDAAN ASPEK MANUSIA · AKUNTABILITAS, TRANSPARAN, JUJUR & BEBAS KKN · PROF, PROPORSIONAL & JUNJUNG TINGGI SUPREMASI HKM · KERMA DGN SEMUA PIHAK UTK TINGKATKAN PUAN BID PREVENTIF & PREEEMTIF · KAMPANYEKAN SIKAP SALING HORMATI PEMBANGUNAN NASIONAL

MANAJEMEN OPSNAL

JUWENI
PENERAPAN MANAJEMEN OPERASIONAL POLRI
TERHADAP PEMELIHARAAN KAMTIBMAS DI TINGKAT KOD

I. PENDAHULUAN.
Perkembangan globalisasi akan berdampak pada situasi kamtibmas terutama pada segi Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya dan HAM serta peningkatan kuantitas dan kualitas kejahatan yang terjadi. Polri sebagai bagian dari unsur pemerintah yang memiliki peran dan tugas sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, pelindung, pengayom dan pelayanan masyarakat serta sebagai aparat pengak hukum sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Untuk itu sudah menjadi suatu kewajiban Polri untuk dapat mewujudkan stabilitas Kamtibmas yang lebih kondusif guna mendukung pelaksanaan pembangunan nasional.
Untuk mewujudkan hal tersebut diatas, maka dalam pelaksanaan tugas-tugasnya Polri melakukan suatu penerapan manajemen yang dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan serta pengawasan dan pengendalian kegiatan. KOD sebagai satuan kewilayahan adalah merupakan ujung tombak pelaksanaan tugas Polri yang bersentuhan langsung dengan masyarakat memerlukan pemahaman dalam penerapan Manajemen Operasional Polri dalam upaya pemeliharaan Kamtibmas. Sehingga dalam hal ini penerapan Manajemen Operasional Kepolisian di tingkat KOD dalam rangka pemeliharaan Kamtibmas perlu suatu pemahaman dan penajaman proses manajemen dalam rangka pencapaian keberhasilannya.

II. PEMBAHASAN.
Penerapan Manajemen Operasional Polri dalam rangka pemeliharaan Kamtibmas di tingkat KOD harus berdasarkan teknis pelaksaaan manajemen yaitu yang dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan sampai pada pengawasan dan pengendalian operasi serta evaluasi akhir kegiatannya.
1. Perencanaan.
Dalam mencapai tujuan Polri sebagai aparat penegak hukum dalam memelihara kamtibmas perlu langkah-langkah perencaaan yaitu menyusun rangkaian kegiatan dalam rangka pencapaian hasil secara maksimal. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam suatu perencanaan antara lain :
a. Menjamin keberhasilan.
Perlunya diupayakan suatu proses dalam rangka menjamin keberhasilan tugas dalam pemelihara kamtibmas sehingga tujuannya dapat mencapai hasil secara cepat dan efisien.
b. Melihat perkembangan lingkungan secara benar dan tepat.
Perencaaan yang disusun dibuat bukan atas dugaan-dugaan melainkan berdasarkan hasil Pulbaket/pengumpulan bahan keterangan dan fakta yang nyata guna memungkinkan besarnya alternatif yang dipilih atau Cara Bertindak secara efektif dan efisien.
c. Kewenangan dan tanggungjawab.
Kewenangan dan tanggungjawab yang dibebankan pada tiap-tiap personil maupun satuan fungsi yang dilibatkan memiliki keseimbangan agar dapat mendukung keberhasilan tugas serta terhindarnya tindakan-tindakan yang dapat mengganggu kelancaran pelaksanaannya.
d. Kedisiplinan.
Penerapan disiplin kepada setiap personil maupun satuan fungsi yang dilibatkan dalam pelaksanaan Operasi Kepolisian perlu dilaksanakan secara tegas dan tidak berpihak, agar tidak terjadi penyimpangan serta dalam rangka percepatan pencapaian target operasi.
e. Administrasi.
Dukungan sumber daya ketatalaksanan dilaksanakan secara administratif dan diatur secara jelas maka dalam pelaksanaannya diharapkan mudah dalam penggunaan serta dalam pengendalian operasi.
f. Tolak ukur.
Rencana yang dihasilkan harus menjadi tolok ukur keberhasilan dalam tugas dan target operasi yang ingin dicapai, sumber daya yang digunakan dan waktu penyelesaian operasi.
2. Pengorganisasian.
Pengorganisasian perlu disusun dalam rangka memberikan pemahaman serta sebagai pedoman kepada personil maupun satuan fungsi yang dilibatkan dalam pelaksanaan Operasi Kepolisian terkait tugas dan tanggung-jawab dari masing-masing agar tidak terjadinya penyimpangan-penyimpangan pada saat pelaksanaannya.
a. Struktur organisasi.
Struktur organisasi sebagai pedoman rentang komando dalam pelaksanaan tugas Operasional Kepolisian dan garis kewenangan dari tingkat atas sampai tingkat bawah yang merupakan prinsip kesatuan komando yang selanjutnya digunakan sebagai sarana komunikasi dan pengambilan keputusan.
b. Rentang kendali.
Dalam pemberian laporan harus berdasarkan perkembangan situasi yang terjadi agar tidak menimbulkan permasalahan komunikasi dan koordinasi serta dalam pengambilan keputusan.
c. Rasa persatuan.
Sebagai dasar kekuatan dan terciptanya harmonisasi dalam pelaksanaan tugas Operaisonal Kepolisian perlu ditumbuhkan rasa persatuan dari masing-masing personil dan satuan fungsi yang dilibatkan.
d. Hubungan komando.
Adanya kejelasan jalur komunikasi pelaksaaan tugas operasional tentang siapa yang bertanggungjawab dan kepada siapa sehingga akan terjamin adanya kesatuan komando.
e. Fungsi Pembinaan.
Melakukan pembinaan rohani dan mental anggota melalui kegiatan agama serta melakukan pelatihan- pelatihan taktis dan teknis kepolisian secara periodik.
f. Fungsi Opsnal.
Menggelar kegiatan rutin kepolisian dan operasi khusus kepolisian secara rutin dan terjadwal dalam memberantas penyakit masyarakat.
3. Pelaksanaan.
Dalam pelaksanaannya harus berpedoman pada perencanaan yang telah disusun dengan pembagian kerangka tugas dan wewenang sesuai perannya dari masing-masing fungsi yang dilibatkan dan dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung-jawab.
Selain tanggung-jawab ada beberapa aspek yang perlu dan harus diperhatikan oleh setiap personil dan satuan fungsi yang dilibatkan, antara lain; keseimbangan wewenang, kejelasan sasaranan, pendelegasian dan evaluasi hasil pelaksanaan.
4. Pengawasan dan Pengendalian.
Dalam pelaksanaan Operasi Kepolisian pemeliharaan Kamtibmas perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian oleh pimpinan langsung guna melihat hasil pelaksanaan operasi melalui penerapan dasar-dasar pengawasan dan pengendalian, yaitu : Pelaporan, Gelar operasional, Gelar perkara, Pendataan, Pengawasan melekat, Rapat staf.
5. Evaluasi.
Setelah pelaksanaan operasi selesai digelar berdasarkan waktu yang telah direncanakan, maka dilakukan evaluasi hasil pelaksanaan guna melihat tingkat keberhasilannya serta sebagai tolok ukur pelaksanaan tugas di masa datang.
III. K E S I M P U L A N.
Kewajiban Polri untuk dapat mewujudkan stabilitas Kamtibmas yang lebih kondusif guna mendukung pelaksanaan pembangunan nasional. Maka penerapan Manajemen Operasional Kepolisian di tingkat KOD dalam rangka pemeliharaan Kamtibmas perlu suatu pemahaman dan penajaman proses manajemen dalam rangka pencapaian keberhasilannya.
Penerapan Manajemen Operasional Kepolisian dalam rangka pemeliharaan Kamtibmas di tingkat KOD harus berdasarkan teknis pelaksaaan manajemen yaitu yang dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan sampai pada pengawasan dan pengendalian operasi serta evaluasi akhir kegiatannya.

Lembang,
Penulis


DAFTAR PUSTAKA

- Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

- Kep Kapolri No Pol : Skep/187/IV/1989/MOP.

- Keputusan Kapolri No Pol : Kep/54/2002 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Republik Indonesia.

- Buku Biru MP. Manajemen Operasional Polri, Bahan Ceramah Pasis Sespim Polri Dikreg ke 45 TP. 2007.

TRANSPARANSI

JUWENI
TRANSPARANSI PELAYANAN POLRI DI TINGKAT KOD
TERHADAP BIDANG OPERASIONAL DAN PEMBINAAN


I. PENDAHULUAN.
Reformasi di bidang hukum yang telah dilaksanakan oleh Polri dengan merubah paradigma yang semula bersifat represif dan mengedepankan kekuasaan menjadi pelayan yang menempatkan masyarakat sejajar / setara dengan aparat penegak hukum, sehingga pada paradigma pelayanan ini aparat penegak hukum bersifat protogonis dalam arti bersama-sama masyarakat, tidak lagi antagonis atau berhadapan dengan masyarakat.
Sejalan dengan perubahan paradigma tersebut sebagai wujud reformasi dibidang hukum, maka titik berat pendekatan tugas adalah perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat, meskipun tugas dan tujuan yang ingin di capai adalah adanya kepastian hukum dan keadilan, hal ini sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh UUD 1945 yang menyebutkan “bahwa negara wajib melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka pelayanan umum dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat”. Dengan mencermati rumusan tersebut dan sebagai tindak lanjut daripada reformasi bidang hukum maka sudah saatnyalah perlu disusun langkah-langkah strategis sebagai tindak lanjut keterbukaan/transparansi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat baik dibidang operasional maupun pembinaan oleh masing-masing instansi penegak hukum dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja dan kepercayaan masyarakat kepada instansi penegak hukum.
II. PEMBAHASAN.
Pelayanan yang berikan kepada masyarakat menurut Bibit S. Rianto, (Reformasi Polri, 1999) adalah sebagai berikut : (1) Memberikan pelayanan yang terbaik, (2) Menyelamatkan jiwa seseorang pada kesempatan pertama, (3) Mengutamakan kemudahan dan tidak mempersulit, (4) Bersikap hormat kepada siapapun dan tidak menunjukan sikap congkak / arogan karena kekuasaan, (5) Tidak membeda-bedakan cara pelayanan kepada semua orang, (6) Tidak mengenal waktu istirahat atau tidak mengenal hari libur, (7) Tidak membebani biaya kecuali diatur dalam peraturan perundang-undangan, (8) Tidak boleh menolak permintaan pertolongan bantuan dari masyarakat dengan alasan bukan wilayah hukumnya atau karena kekurangan alat dan personil, (9) Tidak mengeluarkan kata-kata atau melakukan gerakan-gerakan anggota tubuhnya yang mengisyaratkan meminta imbalan atas bantuan Polisi yang telah diberikan kepada masyarakat.
Adapun pelayanan yang diberikan Polri terhadap masyarakat saat ini antara lain :
1. Pelayanan yang berbelit-belit dan birokratif yang terkesan mempersulit.
2. Ketidak pastian dan ketidak jelasan dalam penyelesaian pelayanan .
3. Kesulitan dalam prosedur.
Transparansi penyelenggaraan pelayanan merupakan pelaksanaan tugas dan kegiatan yang bersifat terbuka bagi masyarakat yang meliputi :
1. Manajemen dan penyelenggaraan pelayanan.
Transparansi terhadap manajemen dan penyelenggaraan pelayanan masyarakat meliputi kebijakan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan / pengendalian oleh masyarakat.
2. Prosedur pelayanan
Prosedur pelayanan masyarakat harus sederhana, tidak berbelit-belit dan mudah dilaksanakan.
3. Perincian biaya pelayanan
Kepastian dan rincian biaya pelayanan harus di informasikan secara jelas dan di buat pengumuman yang ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca oleh seluruh masyarakat.
4. Waktu penyelesaian pelayanan
Kepastian dan lamanya waktu penyelesaian pelayanan harus di informasikan secara jelas dan pelaksanaan harus berdasarkan urut-urutan sehingga yang pertama kali mengajukan pelayanan harus lebih dulu dilayani / diselesaikan.
5. Standar pelayanan.
Standar pelayanan harus disusun secara jelas dan merupakan ukuran kualitas kinerja penyelenggaraan pelayanan.
Standar pelayanan harus dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka, baik kepada publik maupun kepada atasan atau pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah berupa :
1. Bidang Operasional.
a. Meningkatkan koordinasi aparat penegak hukum.
b. Meningkatkan kesadaran dan ketaatan masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Membuat sistem jaringan informasi terpadu yang bisa di akses oleh masing-masing instansi penegak hukum.
d. Meningkatkan kegiatan perlindungan, pengayoman dan pelayanan pada masyarakat.
e. Menambah dukungan anggaran operasional aparat penegak hukum.
2. Bidang Pembinaan.
a. Mendidik dan melatih aparat penegak hukum agar profesional di bidang tugas perlindungan, pengayoman dan pelayanan.
b. Menyiapkan peralatan dan sarana mobilitas sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik wilayah.
c. Meningkatkan moralitas aparat penegak hukum.
d. Menindak tegas aparat penegak hukum yang melanggar hukum dan memberikan penghargaan bagi yang berprestasi.
Tolak ukur yang digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap keterbukaan/transparansi pelayanan Polri kepada masyarakat adalah Kepuasan masyarakat dijadikan sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan pelaksanaan tugas bidang pelayanan dan mendengarkan keluhan / kompalain yang merupakan salah satu indikator dari puas atau tidaknya masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh Polri.

III. PENUTUP.
Reformasi di bidang hukum dan perubahan yang terjadi dilingkungan masyarakat membawa konsekwensi tuntutan dan harapan masyarakat kepada aparat penegak hukum berupa peningkatan kualitas pelayanan Polri terhadap masyarakat yang transparans/terbuka.
Untuk mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai yang diharapkan masyarakat tersebut perlu disusun langkah-langkah strategis di bidang operasional dan pembinaan dalam rangka meningkatkan kinerja aparat penegak hukum sehingga terwujud transparansi dan akuntabilitas dalam pemberian pelayanan.

Lembang,
Penulis,





DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian negara Republik Indonesia.
2. Tap MPR VI dan VII/ MPR/ 2000. tentang Pemisahan TNI dan Polri Serta Peran TNI dan Polri.
3. Pasal 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
4. Luhut Pangaribuan, SH, LL.M, Akuntabilitas Publik Dalam Pelaksanaan Tugas Polri.
5. Buku Biru, M.P Akuntabilitas Publik di Bidang Penegakan Hukum, Bahan Pelajaran Pasis Sespim Polri Dikreg ke-45 T.P 2007.

22 Agustus, 2008

JUWENI
xml version="1.0" encoding="UTF-8" ?>
- <Module>
  <ModulePrefs title="Adsense" author="Poly" author_email="polycrystalline@gmail.com" screenshot="http://polycrystalline.googlepages.com/gadget.jpg" thumbnail="http://polycrystalline.googlepages.com/gadget.jpg" author_location="it" author_affiliation="bo" />
- <Content type="html">
  Content>
  Module>