04 Desember, 2008

RESUME POLMAS (COMMUNITY POLICING)

JUWENI
  • MATA PELAJARAN : POLMAS (COMMUNITY POLICING)
  • DOSEN I : IRJEN POL (P) Drs. RONNY LIHAWA
  • DOSEN II : POKJAR VII
  • KA. BID STUDI : DEPARTEMEN STRATEGI
  • HARI/ TANGGAL : SENIN/ 4 AGUSTUS 2008

II. Isi Resume.

Intisari Resume.

Proses reformasi yang telah dan sedang berlangsung untuk menuju masyarakat sipil yang demokrasi membawa berbagi perubahan di dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Polri yang saat ini sedang melaksanakan proses reformasi untuk menjadi kepolisian sipil, harus dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan kehidupan masyarakat dengan cara merubah paradigma yang menitik beratkan pada pendekatan yang reaktif dan konvensional (kekuasaan) menuju pendekatan yang proaktif dan mendapat dukungan publik dengan mengedepankan kemitraan dalam rangka pemecahan masalah-masalah sosial. Model penyelenggaraan fungsi kepolisian tersebut dikenal dengan berbagai nama seperti Community Oriented Policing, Community Based Policing dan Neighbourhood Policing, dan akhirnya populer dengan sebutan Community Policing atau perpolisian masyarakat.

Tujuan Perpolisian Masyarakat adalah untuk mencegah dan menangani kejahatan dengan cara mempelajari karateristik maupun permasalahan dalam lingkuangan tertentu, guna menciptakan kemitraan/ kerjasama dengan masyarakat ada dua komponen yang harus dicapai yaitu : kemitraan dengan masyarakat dan pemecahan masalah.

Pertama: langkah pertama kearah terbantunya kepercayaan adalah adanya dua pihak yang sama-sama bersedia menjadi mitra. Setiap anggota polisi harus menyadari arti pentingnya bekerjasama dengan masyarakat dan keuntungan-keuntungannya.

Kedua: memberi pemahaman kepada masyarakat tentang perlunya menciptakan kemitraan yang kuat dengan kepolisian.

Polmas pada dasarnya sejalan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam konsep Siskamswakarsa yang dalam pengembangannya disesuaikan dengan ke-kini-an penyelenggaraan fungsi kepolisian dalam masyarakat madani, sehingga tidak semata-mata merupakan pengadopsian dari konsep Community Policing. Sebagai suatu falsafah, polmas mengandung makna “suatu model perpolisian yang menekankan hubungan yang menjungjung nilai-nilai sosial/kemanusian dan menampilkan sikap santun dan saling menghargai antara polisi dan warga dalam rangka menciptakan kondisi yang menunjang kelancaran penyelenggaraan fungsi kepolisian dan peningkatan kualitas hidup masyarakat”.

Tanggapan

Polmas merupakan model perpolisian yang menekankan adanya kemitraan yang sejajar antara petugas dengan masyarakat lokal dalam menyelesaikan dan mengatasi setiap permasalahan sosial yang dapat mengancam keamanan, ketertiban dan ketentaraman hidup masyarakat setempat.

Polmas merupakan model perpolisian yang juga menekankan adanya hubungan yang menjujung tinggi nilai sosial /kemanusian. Dalam implementasinya petugas polmas dituntut berprilaku sopan, bersikap santun, dan berpenampilan menarik serta saling menghargai antara Polisi dan warga masyarakat.

Perwujudan Polmas dapat mengambil bentuk / model: a. Model wilayah, mencakup satu atau gabungan beberapa area/kawasan pemukiman (RW/RT / dusun / kelurahan). b. Model Kawasan, mencakup satu kesatuan area kegiatan bisnis dengan pembatasan yang jelas seperi ; pasar ikan / tempat pelelangan/ pelabuhan / kawasan industri.

III TANGGAPAN

Penerapan Polmas secara lokal tidak berarti bahwa proses hanya dilakukan terbatas pada tataran oprasional saja melainkan berlaku pula pada semua bidang dan porsi masing-masing. Lebih dari itu dalam pelaksanaanya harus berlandaskan pada kebijakan yang komprehensif mulai dari tataran konseptual pada level manajemen puncak (Mabes) sampai dengan Level pelaksanaan di lapangan.

Pelaksanaan Polmas melekat pada tampilan sikap dan perilaku setiap anggota polri yang dapat memberikan ketauladanan kepada masyarakat. Pelaksana Polmas berperan sebagai tokoh masyarakat, guru, sahabat, seorang yang bijak dan pemimpin Polri yang mampu memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, dalam rangka Harkamtibmas serta praktek gakkum , non diskriminatif yang mampu memancing rasa kepercayaan masyarakat untuk mamatuhi hukum sesuai dengan amanah rakyat dan peraturan perundangan yang berlaku dalam wadah BKPM dan FKPM.

PROGRAM PENCITRAAN POLANTAS

JUWENI
PROGRAM PENCITRAAN POLANTAS
DALAM MENINGKATKAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT
DI POLDA SUMATERA UTARA
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang.
Pembagunan Citra Kepolisian Negara Republik Indonesia / Reformasi Polri memasuki tahun kesepuluh sejak pencanangan Reformasi Menuju Polri Profesional pada Hari Bayangkara ke-53 pada 1 juli 1999 silam, institusi Polri yang profesional melalui aspek struktural, instrumental dan kultural. Sebagai respon positif kemudian lahir Tap MPR/VI/2000 dan Tap MPR/VII/2000 tentang pemisahan dan peran kedua lembaga tersebut dengan menempatkan TNI di bawah Departemen Pertahanan, khusus Polri berada langsung di bawah Presiden. Tindak lanjut dari keluarnya kedua Tap MPR tersebut adalah dikeluarkannya UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan UU No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, yang berkaitan juga dengan peran dan posisi TNI dalam peran perbantuannya pada Polri. Bagaimana Penilaian Masyarakat Tentang Citra Polri, penanganan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat tidak lagi dilakukan dengan pendekatan militeristik, tapi lebih persuasif. Dengan mengedepankan pendekatan personal yang lebih manusiawi, membuat Polri perlahan tapi pasti menjadi bagian dari masyarakat sipil. akan tetapi, harus diakui bahwa meski telah berpisah dari TNI, namun watak militerisme masih menjadi suatu permasalahan yang serius. Dengan berbagai situasi dan kondisi, Polri terus melakukan perubahan yang signifikan dengan mengedepankan penghargaan pada hak asasi manusia (HAM), sebagaimana yang termakhtub dalam UU No. 2 Tahun 2002. Dalam perspektif oleh dosen Drs. J.P. SUBANDONO, Spsi, M. Psi.T, esensi dari kepolisian adalah bagian dari sipil dan menjalankan fungsi-fungsi penegakkan hukum, sebagai bagian dari fungsi kepolisian. Dalam pengertian sesungguhnya bahwa keterkaitan antara peran dan fungsi kepolisian dengan masyarakatnya khususnya di negara berkembang dikaitkan pula dengan sistem politik dan pemerintahan suatu negara. Dalam Pencitraan Kepolisian Negara Indonesia perlunya pemahaman dan kesadaran pada diri individu anggota Polri untuk selalu mengingat tentang indentitas diri selaku anggota polri dalam membangun image terhadap masyarakat berkaitan dengan tupoksinya agar reputasi Polri tetap beribawa (good govermance) dimata masyarakat yang demokratis dan madani (civil society) dan tetap berpegang teguh terhadap Tribrata sebagai nilai dasar untuk menjabarkan citra Polri. Konsep Pembangunaan Citra Polri yaitu dengan diawali adanya image, citra Polri itu apa, apa kaitannya dengan publik relation yaitu dengan adanya indetity, image reputation. Image dijaga dan dipelihara dengan cara bekerja dan bekerja sehingga meningkatkan reputasi. Reputasi adalah tanggapan adanya kositensi semangat kerja sementara image adalah persepsi bagaimana kita dipandang orang lain indentitas sangat mempengaruhi image orang lain (berbanding sebalik seperti masyarakat melihat Polri dari sudut pandangnya dalam berbagi aspek dinamika kehidupan Polri). David l. Carter. mengungkapkan bahwa penyimpangan polisi dengan menyalahgunakan wewenang yang dimiliki akan mendorong terjadinya pemudaran wibawa polisi. Memudarnya wibawa polisi akan mengarah kepada suatau instabilitas keamanan, yang bukan tidak mungkin akan mendorong tindakan anarkis, memudarnya wibawa polisi ini sama artinya menyeret kembali polri kembali ke dalam situasi menguntungkan. Pembangunan Citra Kepolisian Negara Republik Indonesia harus dilaksanakan dengan secara konperhensif dengan prinsip hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, hari esok harus lebih baik dari hari ini. `Memahami tentang hal tersebut diatas, polri berusaha keras memperbaiki diri dengan mengambi langkah-langkah reformasi menuju Polri yang bermoral, profesional, modern dan mandiri dengan melakukan pembenahan berkelanjutan pada tataran struktural, instrumental dan kultural. Pada aspek kultural Polri telah melakukan pembenahan manajemen sumber daya manusia khusunya pada aspek sikap dan perilaku anggota Polri. Sebagaimana topik diatas Upaya Pencitraan Polri Dibidang Lalulintas penulis akan mencoba menyoroti tentang pelayanan fungsi lalulintas khususnya yang pernah diterapkan pada Direktorat Lalu Lintas Polda Sumut yang pernah penulis laksanakan, implementasi perintah strategis kapolri kepada jajaran dit lantas polda sumut dalam rangka pencitraan polantas untuk membangun kepercayaan masyarakat telah dijabarkan secara kongrit dalam bentuk aktifitas anggota polantas di jajaran polda sumut. Sasaran yang diprioritaskan seperti disiplin dan budaya sopan santun lalu lintas pengguna jalan serta peran aktif dari segenap lapisan masyarakat yang diharapkan akan mencapai hasil yang optimal. 2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang diatas maka menjadi permasalahan sebagai berikut: “Bagaimana program pencitraan polantas dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat di polda sumatera utara ?” 3. Pokok-pokok Persoalan Apa yang harus dilakukan sebagai pejabat Polri ( pengemban fungsi lalulintas ) untuk meningkatkan citra Polri sebagi berikut : a. Peningkatan Yan Prima (prosedur, mekanisme & transparansi) b. Kegiatan-kegiatan program ini baru medan menuju program nyaman c. Upaya dalam rangka menurunkan angka kecelakaan lalin d. Pembinaan giat Patroli Keamanan Sekolah (PKS ) e. Pengoptimalan kemabali kawasan tertib lalu lintas f. Pembinaan giat pramuka saka Bhayakara Polantas g. Implementasi Polmas h. Pembinaan giat Polisi Sahabat Anak i. Pelaksanaan pelayanan SIM keliling j. Pelayanan dalam bentuk sms tentang pajak dan data ranmor dengan operator lalulintas sumut bk...kirim 1717 k. Pengoprasian E-mail dan Website l. Kerjasama dengan radio swasta dalam rangka memberikan hibauan tentang lalulintas m. Kerjasama dengan sekolah mengemudi untuk memberikan pengetahuan tenta lalu lintas n. Pertemuan Non formal antara LSM, wartawan dan tokoh masyarakat dalam rangka peningkatan pelayanan o. Meningkatkan keimanan siraman rohani p. Safety Riding II. PEMBAHASAN 4. Analisa Tentang Citra Polri Seiring dengan tututan demokrasi dan supermasi hukum maka ditahun 1999 kedudukan polri dipisahkan dari bagian ABRI menjadi di bawah Departemen Pertahanan dan Keamanan. Dengan tertibnya ketetapan MPR RI. No : VI/MPR/2000 tanggal 18 agustus 2000 tentang Pemisahan TNI dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia kedudukan Polri benar-benar mandiri dan terpisah dari pertahanan, seiring dengan perubahan dan pemisahan Organisasi Polri dari Organisasi ABRI maka disusun pula UU Kepolisian sebagai perubahan dari UU No. 27 tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menjadi UU No. 2 tahun 2002. Perubahan sosial yang berjalan seiring dengan perkembangan globalisasi telah membawa pengaruh terhadap perubahan paradigma masyarakat. Menyadari dan memahami sepenuhnya keberadaan Polantas saat ini, diperlukan strategi kedepan yang sesuai dengan perubahan lingkungan strategik yang dihadapi Polantas. Perubahan paradigma Polantas seiring dengan perubahan paradigma Polri yang merupakan refleksi dan tuntutan terhadap peningkatan peran dan tugas polantas yang semakin komplek di tengah-tengah masyarakat. Tututan akan polantas yang profesional dan proposonal yang bercirikan perlindungan, pengayoman, pelayanan kepada masyarakat, penegakan demokrasi dan Hak azasi manusia dan terwujudnya Kamseltibcarlantas menuntut reposisi atas kedudukan serta pemulihan fungsi dan peranannya. Dalam mewujudkan pokok permasalahan dan menjawab persoalan diatas polri perlu membangun kepercayaan kepada masyarakat (Trust Building) dimana Polri masa depan adalah Polri yang tahu perkembangan masyarakatnya. Investasi yang sangat berguna adalah pengetahuan yang berkaitan dengan pembangunan citra Polri baik dalam indentitas organisasi, image, reputasi ( Organisasi identity, image and reputation ). Pembanguna Citra Kepolisian Republik Indonesia kaitanya dengan konsep persepsi dan budaya organisasi hendaknya dapat di Hayati, di Camkan, di Pahami. Agar image/ reputasi / citra di masyarakat tetap positif, tugas polri adalah mengumpulkan persepsi-persepsi yang banyak di masyarakat. Faktor psyhologi yang berpengaruh dalam prilaku dalam teori disebutkan bagaimana B = f (p,e) dijelaskan sebagi berikut : B = behavior atau kebiasaan kognitif = pembelajaran (otak kiri) P = perception affektive = emosi e = emosition psycho-motoric= prilaku - Negartif persepsi kelakuan Bahwa manusia dalam mempersepsikan (perception) sesuatu karna mendapat rangsangan (stimuli) yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (environment) dan personality (cognitive, affective, psychomotoric) prilaku ini mebawa dampak prilaku yang tidak terlihat (behavior outcomes) 5. implementasi program pencitraan polantas dalam meningkatkan kepercayaan Masyarakat di Polda Sumatera Utara. a. Peningkatan Yan Prima (prosedur, mekanisme & transparansi) penyederhanaan proses, sistem, terukur, biaya murah dan mudah diakses oleh publik b. Kegiatan-kegiatan program ini baru medan menuju program nyaman yaitu : Penyebaran leaflet, Penyebaran banner, Penyebaran stiker, Penayangan ranning, Pemasangan spanduk message, Dialog interaktif di stasiun radio, dan Pemasangan papan himbauan penindakan c. Upaya dalam rangka menurunkan angka kecelakaan lalin yaitu : Zero accident lakalantas, pendataan daerah rawan laka lantas. d. Pembinaan giat Patroli Keamanan Sekolah (PKS ) yaitu : Memberikan teori pengaturan lalu lintas ( 12 gerakan dan pluit ) dan Memberi teori penjagaan dan pengaturan lalu lintas e. Pengoptimalan kemabali kawasan tertib lalu lintas yaitu : Koordinasi dengan instansi terkait, Sosialisasi kepada masyarakat guna pengenalan kawan ktl baik media cetak maupun elektronik, Pemasangan rambu petunjuk ktl di lokasi yang ditentukan, Penempatan personel di ktl bersama-sama dgn instansi terkait lainnya. f. Pembinaan giat pramuka saka Bhayakara Polantas yaitu : Memberikan teori pengaturan lalu lintas ( 12 gerakan dan pluit ), Memberi teori penjagaan dan pengaturan lalu lintas, Memberi teori pertolongan pada kecelakaan. g. Implementasi Polmas yaitu : penerangan keliling melalui teguran simpatik dan penyebaran leaflet, brosur dan stiker, dialog interaktif, sarasehan, membahas situasi kamtibcar lantas bersama / mencari solusi dan problem solving. h. Pembinaan giat Polisi Sahabat Anak yaitu : bernyanyi bersama polisi lalu lintas dengan tema cinta tertib lalu lintas, memberikan kuis rambu-rambu lalu lintas, pemutaran film tertib lalu lintas, cerita tertib lalu lintas dengan menggunakan badut, cerita tertib lalu lintas dengan menggunakan boneka tangan i. Pelaksanaan pelayanan SIM keliling yaitu : mendekatkan yan kepada masyarakat, memberikan yan prima, menghemat waktu, biaya bagi pemohon sim, proses yan bertambah cepat, efektif dan efisien. j. Pelayanan dalam bentuk sms tentang pajak dan data ranmor dengan operator lalulintas sumut bk...kirim 1717 yaitu : memberikan jawaban dari pertanyaan masyarakat tentang identitas kendaraan dan pajak kendaraan yang harus dibayar. k. Pengoprasian E-mail dan Website yaitu : membuka informasi-informasi penting perkembangan fungsi lalu lintas di polda-polda lain, menerima dan menjawab saran dan kritik masyarakat melalui e-mail maupun website l. Kerjasama dengan radio swasta dalam rangka memberikan hibauan tentang lalulintas yaitu : merumuskan program dan hanjar pada sekolah mengemudi sehingga ada kesamaan visi dan misinya, ikut mengajar cara mengemudi yg baik dan benar. m. Kerjasama dengan sekolah mengemudi untuk memberikan pengetahuan tenta lalu lintas yaitu : memberikan informasi faktual tentang situasi lalu lintas di jajaran n. Pertemuan Non formal antara LSM, wartawan dan tokoh masyarakat dalam rangka peningkatan pelayanan yaitu : membuka pintu informasi bagi lsm, wartawan dan tokoh masyarakat untuk menanyakan program kerja yang dilaksanakan, menjawab pertanyaan yang dilontarkan seputar lalu lintas program kerja dit lantas polda sumut o. Meningkatkan keimanan siraman rohani yaitu : melaksanakan kegiatan agama berupa ceramah agama setiap hari kamis setelah apel pagi baik agama islam maupun non islam. p. Safety Riding yaitu : melakukan sosialisasi kepada masyarakat khususnya pengendara roda 2 dan betor agar menyalakan lampu pada siang hari. III. PENUTUP
6. Kesimpulan. Pembagunan Citra Kepolisian Negara Republik Indonesia / Reformasi Polri memasuki tahun kesepuluh sejak pencanangan Reformasi Menuju Polri Profesional pada Hari Bayangkara ke-53 pada 1 juli 1999 silam, institusi Polri yang profesional melalui aspek struktural, instrumental dan kultural. Dalam Pencitraan Kepolisian Negara Indonesia perlunya pemahaman dan kesadaran pada diri individu anggota Polri untuk selalu mengingat tentang indentitas diri selaku anggota polri dalam membangun image terhadap masyarakat berkaitan dengan tupoksinya agar reputasi Polri tetap beribawa (good govermance) dimata masyarakat yang demokratis dan madani (civil society) dan tetap berpegang teguh terhadap Tribrata sebagai nilai dasar untuk menjabarkan citra Polri. Implementasi program pencitraan polantas dalam meningkatkan kepercayaan Masyarakat di Polda Sumatera Utara yang tercantum diatas dari point a sampai dengan point p.

manajemen pembangunan nasional

JUWENI
R E S U M E M.P. : MANAJEMEN PEMBANGUNAN NASIONAL Dosen Pengajar : I. INTISARI PERKULIAHAN Agenda Pembangunan Nasional antara lain menciptakan Indonesia yang aman dan damai, mewujudkan Indonesia yang adil dan demokrasi, menciptakan kesejahteraan Indonesia. Strategi pembangunan Indonesia diarahkan untuk membangun Indonesia di segala bidang yang merupakan perwujudan dari amanat yang tertera dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu pemenuhan hak dasar rakyat dan penciptaan landasan yang kokoh Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang (20 tahun), jangka menengah (5 tahun) dan tahunan yang dilakukan oleh unsur penyelenggaraan negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah.
Ada dua bidang yang dicakup dalam perencanaan. Pertama arahan dan bimbingan bagi seluruh elemen bangsa mencapai tujuan pembangunan nasional yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, Kedua adalah kegiatan pemerintah dalam kerangka investasi pemerintah dan layanan publik, karena tidak semua barang dan jasa (listrik, irigasi, jalan, pendidikam, keamanan dan lain-lain) dapat dipenuhi oleh masyarakat sehingga perlu investasi dari pemerintah. Semua proses perencanaan yang diuraikan di atas, dilebur menjadi empat tahan perencanaan yaitu Tahap I : evaluasi inerja pelaksanaan rencana pembangunan perioda sebelumnya, tujuany adalah untuk mendapatkan informasi tentang kapasitas lembaga pelaksana, kualitas rencana sebelumnya, serta untuk memperkirakan kapasitas pencapaian kinerja di masa yang akan datang. Tahap II : penyusunan Recana yang terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut : a) Penyiapan rancangan rencana pembangunan oleh Lembaga Perecanaan dan bersifat rasional, ilmiah, meyeluruh dan terukur. b) Penyiapan rancangan rencana kinerja oleh lembaga-lembaga pemerintah sesuai dengan kewenangan dengan mengacu pada rancangan pada butir (a). c) Musyawarah perencanaan pembangunan. d) peyusunan rancangan akhir rencana pembangunan. Tahap III : penempatan rencana untuk menetapkan landasan hukum bagi rencana pembangunan yang dihasilkan langkah (tahap 2). Tahap IV : pengendalian Pelaksanaan rencana yang merupakan wewenang dan tanggug jawab pimpinan lembaga/ departemen. Proses penyusunan dokumen perencanaan dimulai dari adanya kebutuhan masyarakat yang bersifat barang publik, bila pasar tidak mampu menyediakan barang publik maka terjadi kegagalan pasar yang dialami oleh masyarakat dan diamati oleh Pengamat Profesional, sehingga diperlukan Visi Jangka Penjang dalam RPJP Naional melalui proses politik dan proses teknokratis dalam rangka menentukan agenda presiden dan Prespektif jangka menengah yang diserasikan dan diterjemahkan ke program kegiatan pembangunan dalam Agenda Nasional dalam RPJMN 2004-2009. II. MATERI TAMBAHAN Arah kebijakan peningkatan keamanan, ketertiban dan penanggulangan kriminalitas dalam RPJMN 2004-2009 dicapai dengan meningkatkan peran serta masyarakat dan meningkatkan profesionalisme institusi yang terkait dengan masalah keamanan dalam rangka terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan Polri dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat dalam menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat adalah melalui program Polmas (Community Policing). Sementara itu dalam rangka meningkatkan profesionalisme institusi Polri maka telah dicanangkan reformasi Polri yang meliputi aspek struktural, instrumental dan kultural yang lebih berorinetasi pada pelayanan masyarakat untuk membangun kepercayaan masyarakat kepada Polri. III. TANGGAPAN Pasis Sespim Polri perlu diberikan mata pelajaran tentang Manajemen Pembangunan Nasional karena sebagai calon pimpinan Polri di masa depan harus mampu untuk merencanakan kebutuhan yang dibutuhkan di kesatuaanya dan mampu menyusun kegiatan sesuai dengan prioritas pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan situasi yang aman dan damai, adil dan demokratis serta meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagaimana yang ditetapkan dalam RPJMN 2004-2009.
Lembang, 8 Oktober 2008
JUWENI
Rasya Rizky Ramadhan Lahir 05 oktober di bandung, lahir Prematur sekarang sehat bugar

21 Oktober, 2008

OPTIMALISASI PELAYANAN SIM

JUWENI
Tukar Link OPTIMALISASI PELAYANAN SIM DITINGKAT KOD GUNA MENCAPAI STANDAR PELAYANAN PRIMA ISO 9001 – 2000 DALAM RANGKA MENINGKATKAN CITRA POLISI LALULINTAS BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Pada hakekatnya fungsi setiap Polisi dimanapun didunia ini sebenarnya ada tiga yaitu, legalitas, keadilan dan ketertiban. Kepolisian tidak boleh bertindak sewenang-wenang apalagi anti demokrasi, karena mereka dituntut untuk tanggap terhadap pendapat umum dan turut bertanggungjawab dalam mewujudkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. Namun disayangkan semangat perubahan menjadi lebih baik dari Polri sebagai institusi belum dibuktikan dengan tindakan konkrit dan konsekuen.Sebagai institusi penegak hukum, pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, instansi dan aparat kepolisian justru sering menampilkan citra buruk di masyarakat. Sehingga masyarakat cenderung apriori. Fakta kinerja dan sistem kerja dalam tubuh kepolisian yang masih bersifat hirarkis dan otoriter, konsepsi mengenai loyalitas yang sempit dimana laporan terhadap atasan bersifat “ABS” (Asal Bapak Senang), serta penolakan terhadap nilai-nilai demokrasi (kritik dianggap pembangkangan), masih kuat dalam tubuh kepolisian. Dengan melihat struktur birokrasi dan kultur Polri, pemahaman mengenai penyimpangan kinerja maupun korupsi ditubuh Polri sebagai lembaga pelayanan publik dapat dilihat secara konprehensif. Pola dan perilaku korupsi dalam tubuh kepolisian dapat dianalisa dari proses pelayanan kinerja Polri dalam penyediaan surat-surat penting yang dibutuhkan masyarakat antara lain STNK, SIM dan pelayanan masyarakat (yanmas). SIM dibuat atau diterbitkan sebagai upaya kepolisian untuk mengatur lalulintas di jalan raya. Dengan melakukan “seleksi” terhadap kepemilikan SIM, diharapkan pengguna kendaraan memiliki kemampuan dan pemahaman yang cukup sehingga tidak membahayakan orang lain ketika mengemudi. Kepentingan masyarakat untuk berkendara dan kewajiban kepolisian untuk menjaga ketertiban, membuat polisi harus menyediakan sebuah mekanisme pelayanan bagi masyarakat yang memerlukan SIM. Pada tingkat KOD pelayanan SIM dilaksanakan di SATPAS SIM dimana aktivitas pelayanan mengalami pasang surut terhadap garis kerja yang ada. Pada waktu tertentu ketika diberlakukan aturan resmi efektivitas pelayanan pembuatan SIM berjalan sesuai aturan, diwaktu lain pada saat tidak ada kebijakan ketat memberlakukan aturan resmi, proses pelayanan berjalan semrawut dan kental dengan praktek per-calo-an. Dalam Media Indonesia, 15 November 2005, terungkap adanya aktivitas calo dalam pembuatan SIM. Harga pembuatan SIM melambung jauh dari harga resmi. Sarman, 40 tahun, seorang pemohon SIM asal Jakarta Timur, mengaku membayar Rp 400 ribu untuk pembuatan SIM C miliknya dan SIM B-1 milik rekannya. Hal ini sangat berbeda dengan harga resmi sesuai aturan yang ada. Dalam Kompas, 13 April 2004, yang terjadi di Propinsi Sumatera Utara. Biaya pengurusan SIM di SATPAS SIM lingkungan Polda Sumut “mencekik leher”. Secara administratif, seharusnya biaya hanya Rp 52.500 per lembar SIM A atau B, kenyataannya mencapai Rp 170.000 sampai Rp 300.000. Hal itu bia terjadi karena ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan di luar ketentuan oleh pengurus SIM. Misalnya, “biaya komando” Rp 75.000, Kasat Lantas Rp 50.000, uang pendaftaran Rp 10.000, uang buku petunjuk Rp 10.000, biaya praktik Rp 10.000, uang tes psikologi Rp 5.000, uang tebus psikologi Rp 25.000, uang gesek nomor rangka kendaraan Rp 10.000 dan asuransi Rp 5.000. Pernyataan tersebut dikemukakan pengemudi dan pengusaha angkutan dari Medan dan Binjai yang tergabung dalam Himpunan Profesi pengemudi Indonesia (HPPI), Family Group, CV Pembangunan Semesta dan Yayasan Orang Tua Indonesia. Menurut wakil organisasi profesi tersebut, membengkakknya biaya pengurusan karena adanya permainan sindikasi antara pihak ketiga dengan oknum-oknum jajaran Polda Sumut. Hal ini diperkuat oleh Ketua dan Wakil ketua Komisi IV DPRD. Beragamnya kasus penyimpangan aktivitas pelayanan pembuatan SIM di berbagai daerah tersebut menununjukkan bahwa penyimpangan pembuatan SIM dalam tubuh kepolisian sudah sangat kronis dan sistematis. Disisi lain masyarakat pada umumnya tidak tahu informasi sesungguhnya berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk pembuatan SIM. Penyebab ketidaktahuan ini adalah :masyarakat memang tidak tahu ketentuan pembuatan SIM, atau masyarakat tahu tetapi pada berdaya, tidak memiliki keberanian untuk mempertanyakan. Fatalnya ketidaktahuan ini dimanfaatkan oleh pihak kepolisian sebagai pemegang otoritas dalam pelayanan pembuatan SIM untuk berkecenderungan memaksimalkan keuntungan. 2. Permasalahan Dari latar belakang tersebut, permasalahan yang ada adalah : Bagaimana optimalisasi pelayanan SIM ditingkat KOD guna mencapai standar pelayanan ISO 9001 – 2000 dalam rangka meningkatkan citra Polri? 3. Persoalan a. Bagaimana proses pelayanan SIM yang telah berjalan selama ini ditingkat KOD? b. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perwujudan pelayanan prima ISO 9001 : 2000? c. Bagaimana mekanisme pelayanan publik yang diharapkan sesuai ISO 9001 : 2000? d. Bagaimana upaya-upaya untuk mewujudkan pelayanan SIM yang optimal? 4. Maksud dan tujuan a. Maksud Penulisan naskah karya kelompok ini adalah untuk memenuhi salah satu program pendidikan di Sekolah Staf dan Pimpinan Polri Pendidikan Reguler ke-47 Tahun Pendidikan 2008. b. Tujuan Penulisan ini diharapkan dapat mempunyai kegunaan baik secara praktis maupun teoritis yaitu: 1) Secara teoritis tulisn ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam mewujudkan pelayanan public secara prima dan tulisan ini juga diharapkan dapat menjadi salah satu bagi pimpinan Polri dalamupaya peningkatan pelayanan bagi masyarakat terhadap registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor. 2) Secara praktis penulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemberi jasa layanan public di SATPAS SIM KOD. Selain itu, penulisan ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan dan gambaran menyangkut faktor-faktor yang harus dipenuhi untuk keberhasilan didalam praktek penyelenggaraan mutu pelayanan sebagai bagian dari pelayanan publik. 5. Metode dan pendekatan a. Metode Metode yang digunakan pada penulisan ini adalah deskriptif empirik analisis yaitu melalui pengumpulan data melalui kajian Kepustakaan yaitu dengan mempelajari buku-buku, dokumen-dokumen dan artikel lain yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam optimalisasi pelayanan SIM di SATPAS-SATPAS KOD. b. Pendekatan Pendekatan manajemen secara sistematis yang penulis gunakan dalam membahas permasalahan dan persoalan tersebut diatas adalah menggunakan pendekatan kerangka acuan penyelenggaraan pelayanan publik di SATPAS SIM KOD serta fungsi dan peranan kewenangan polri dalam registrasi dan identifikasi bkendaraan bermotor. 6. Tata urut (Sistematika) Bab I : Pendahuluan Bab II : Pembahasan Bab III : Penutup 7. Pengertian ISO 9001:2000 adalah inisial badan dunia International for Standarization yang berkedudukan di Jenewa Swiss dan ISO 9001:2000 adalah suatu standar persyaratan system manajemen mutu yang diterbitkan oleh badan dunia ISO. SATPAS SIM KOD merupakan kepanjangan dari Satuan petugas Administrasi Surat Izin Mengemudi yang berkedudukan di tingkat KOD. Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak sipil setiap warga Negara dan penduduk atas suatu barang/jasa dan atau pelayanan administrasi yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Sehingga hakekat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan kepada masyarakat merupakan perwujudan kewajiban aparatur Negara nomor : PER/20/M.PAN/04/2006 tentang pedoman penyusunan standar pelayanan publik. BAB II PEMBAHASAN 1. Proses pelayanan SIM yang telah berjalan selama ini ditingkat KOD Kondisi pelayanan SIM di SATPAS SIM tingkat KOD selama ini masih kurang sesuai dengan dengan standar pelayanan publik, yakni : a. Tidak adanya standar waktu pelayanan, sehingga waktu penyelesaian proses pelayanan tidak jelas dan bervariasi. b. Pelayanan yang belum dilaksanakan dengan prosedur yang sederhana, mudah, cepat dan tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang membutuhkan pelayanan. Suasana pelayanan yang belum bias menciptakan suasana aman dan nyaman bagi para pemohon pembuatan dan perpanjangan SIM. c. Belum adanya quality control yang jelas mengenai standar pelayanan, mekanisme prosedur pelayanan baku yang masih bergantung pada inovasi dan inisiatif Direktorat lalulintas. d. proporsional dan professional anggota yang wajib melayani dirasakan sangat kurang, sehingga bisa memberikan pelayanan yang memuaskan para pemohon SIM. e. Belum adanya petugas pemandu bagi para pemohon SIM yang belum jelas dengan prosedur pelayanan yang sebenarnya belum terpasang di SATPAS SIM KOD yang dapat dilihat oleh pemohon SIM dalam mengikuti tahapan dan persyaratan dalam proses layanan di salah satu loket pembayaran. f. Prosedur dan banyaknya pelayanan pada loket-loket yang selama ini berjalan mengakibatkan mekanisme birokrasi yang cukup lama dan berbelit-belit. Bukan terciptanya perampingan loket pelayanan di SATPAS SIM KOD. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perwujudan pelayanan prima ISO 9001 – 2000. Upaya peningkatan mutu pelayanan prima dalam rangka perwujudan ISO 9001 : 2000 di SATPAS SIM KOD dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang mempunyai hubungan klausal baik yang berasal dari internal maupun eksternal SATPAS SIM KOD dalam menjalankan fungsi registrasi dan identifikasi secara keseluruhan. Pengaruh tersebut dapat berupa kekuatan (strength) dan peluang (Opportunity) maupun kelamahan (weakness) dan kendala (threat), hal tersebut meliputi : a. Internal 1) Kekuatan (Opportunity) a) Kebijakan nasional yang termuat didalam peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/20/M. PAN/04/2006 tentang pedoman penyusunan standar pelayanan publik telah menggariskan beberapa prinsip standar mutu pelayanan sektor publik (public service) yang mengharuskan penerapan standar mutu pelayanan bagi sektor publik. b) Undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, mensyaratkan adanya fungsi lembaga kepolisian dibidang pelayanan yakni berwenang menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor. c) Dukungan dari instansi-instansi yang mengharapkan terwujudnya pelayanan prima, misalnya Bank-bank untuk membantu kemudahan bagi pemohon SIM dengan penempatan loketnya di SATPAS KOD. d) Kesepakatan dan kesepahaman (konsensus) antar stake holders yang berada di SATPAS SIM KOD untuk meningkatkan mutu pelayanan secara prima sesuai dengan standar pelayanan. e) Semanagat dan etos kerja di ditiap SATPAS SIM KOD yang tinggi sehingga beban kerja yang ada dapat diselesaikan dengan baik dalam rangka menyikapi perkembangan dan situasi tuntutan masyarakat. 2) Kelemahan (weakness) a) Kualitas dan kuantitas petugas SATPAS SIM ditingkat KOD yang masih kurang. b) Penguasaan terhadap IT (Information technology) yang sangat terbatas yang dimiliki oleh petugas SATPAS SIM ditingkat KOD. c) Budaya kooperatif dan inovatif petugas guna mewujudkan pelayanan prima. d) Minimnya kualifikasi pendidikan petugas dan SATPAS SIM KOD, sehingga berimplikasi pada profesionalisme dan proporsionalisme. e) Sistem dan metode yang belum memadai untuk mewujudkan pelayanan secara prima di SATPAS SIM KOD, sistem dan metode dimaksud meliputi : 1) ISO 9001-2000 2) Publik complain 3) FIFO (Firs In Firs Out) 4) Penyederhanaan birokrasi 5) online system 6) Banking 7) Timsus b. Eksternal Faktor-faktor eksternal yang mendukung bagi terlaksananya perbaikan system pelayanan sehingga terwujudnya pelayanan prima yakni : 1) Peluang (Opportunity) a) Dukungan dari pemerintah daerah dalam mewujudkan pelayanan secara prima kepada masyarakat sebagai kewajiban penjabaran prinsip-prinsip good government and good governance. b) Dukungan politik dari lembaga legislatif daerah maupun pusat agar terwujud pelayanan berdasarkan prinsip-prinsip pelayanan yang baik dan memberi rasa kepuasan bagi masyarakat. c) Akuntabuilitas dan transparansi didalam pelayanan publik memberikan keleluasaan bagi masyarakat untuk mengkritisi dan mengetahui sistem pelayanan. Hal ini akan memberikan dorongan unit-unityang senantiasa menjaga citra pelayanannya. d) Akses informasi yang terbuka peluang bagi media massa untuk meliput setiap proses pelayanan dapat berimplikasi pada etos kerja penyedia layanan. 2) Kendala (threat) a) Kurangnya kesadaran para pemohon SIM untuk melakukan secara langsung pemohonan SIM mereka ke SATPAS-SATPAS SIM KOD, mereka lebih memilih melalui Biro jasa maupun dengan memanfaatkan jasa calo. b) Tidak tersosialisasinya perubahan sistem pelayanan di SATPAS SIM KOD dengan baik. c) Para pemohon SIM kurang memperhatikan aspek kenyamanan dan keamanan pada lingkungan SATPAS SIM KOD sehingga kurangnya umpan balik dalam meningkatkan pelayanan. d) Tidak seluruh masyarakat sebagai pengendara kendaraan memiliki SIM, sehingga mempersulit regiden ranmor pada saat ada kecelakaan. 3. Mekanisme pelayanan publik yang diharapkan sesuai ISO 9001 – 2000 ISO 9001 : 2000 – Quality Manajemen System ditujukan untuk digunakan di organisasi manapun yang merancang, membangun, memproduksi, memasang dan/atau melayani produk apapun atau memberikan bentuk jasa apapun. Penerapan SMM ISO 9001”2000, sebagai standarisasi system pelayanan dan perbaikan kualitas pelayanan yang bertujuan adanya perbaikan mutu pelayanan yang diberikan SATPAS. Membangun kesamaan visi dan misi yang harus dicapai oleh SATPAS SIM KOD, sehingga waktu pelayanan, biaya, dan standarisasi formulir bukti kagiatan dapat sesuai dengan ketentuan. Diharapkan dengan dengan adanya pelayanan sesuai dengan ISO 9001:2000, mekanisme pemberian pelayanan prima kepada masyarakat dapat memenuhi kepuasan masyarakat terhadap pelayanan SATPAS SIM KOD, sehingga dapat meningkatkan citra Polisi lalulintas. 4. Upaya-upaya untuk mewujudkan pelayanan SIM yang optimal. Upaya dalam mewujudkan pelayanan SIM yang optimal di tiap SATPAS SIM KOD adalah dengan menerapkan konsep pelayanan SIM yang baik seperti : a. Sesuai dengan prosedur yang ditetapkan 1) Memenuhi syarat administrasi 2) Dikategorikan jenis SIM yang akan diambil 3) Dikategorikan pembuatan SIM: baru/perpanjangan/ peningkatan 4) Dasar pemberian sim adalah hasil ujian yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan serta bukan hasil KKN b. Transparan 1) Sistem dan prosedur pengurusan sim jelas 2) Sistem ujian dan hasil ujian transparan dan dapat dipertanggungjawabkan 3) Biaya pengurusan sim jelas dan tidak ada bea tambahan 4) Waktu pengurusan sim jelas a) Baru b) Perpanjangan c) Peningkatan ujian ulang bagi yang tidak lulus c. Dapat dipertanggung jawabkan d. Tidak dijadikan lahan untuk mencari keuntungan pribadi/kelompok e. Petugas kepolisian mempunyai kemampuan di bidang lalu lintas f. Sarana dan prasarana ujian SIM memadai g. Sistem pelayanan yang cepat dan Birokrasi tidak berbelit-belit h. Sistem manajemen dan mekanisme kontrol yang baik Langkah-langkah yang dilakukan dalam optimalisasi pelayanan SIM ditingkat KOD adalah dengan : a. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia 1) Merubah pandangan para petugas kepolisian dalam melakukan pemolisiannya (cange the mind set of police officers) 2) Melakukan pendidikan dan pelatihan kepada seluruh anggota Polri tentang pemolisian komuniti (Community Policing) secara bertahap 3) Bimbingan dan latihan terus menerus oleh pimpinan atau petugas kepolisian yang lebih senior. 4) Menanamkan (Core value) kepolisian kepada seluruh anggota kepolisian agar nilai-nilai tersebut menjadi landasan dan tindakannya sebagai petugas kepolisian 5) Membangun kepercayaan masyarakat a) Melakukan tindakan dari hati ke hati menunjukkan bahwa tindakan petugas kepolisian memang tulus, jujur, terbuka dan bertanggung jawab untuk memberikan keamanan, menjaga keselamatan, melayani, melindungi dan membimbing masyarakat. b) Pendidikan bagi masyarakat dengan tujuan agar masyarakat siap dan menyadari bahwa masalah SIM penting bagi keselamatan masyarakat serta Kamtibcar lantas secara berkala dan berkelanjutan. 6) Melakukan pengawasan melekat, dimana setiap kinerja anggota diawasi secara langsung pimpinan. b. Memberikan alokasi anggaran yang cukup Dalam meningkatkan pelayanan, dukungan anggaran tentunya sangat diperlukan guna menunjang operasional polri dalam pelaksanaan tugasnya terutama dalam bidang penerbitan SIM sebagai salah satu tugas Polri dalam registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor. Peningkatan dukungan anggaran dilakukan melalui : 1) Melakukan pengajuan pada DIPA KOD 2) Melakukan koordinasi dengan instansi-instansi terkait seperti Pemerintah Daerah guna mengusulkan penggunaan APBD dalam meningkatkan pelayanan SATPAS SIM c. Meningkatkan Sarana dan prasarana Dukungan sarana dan prasarana perlu ditingkatkan guna mengoptimalkan pelayanan melalui dukungan sarana dan prasarana SATPAS SIM KOD, dengan melakukan upaya : 1) Melakukan perawatan berkala terhadap sarana dan prasarana yang ada 2) Melakukan pengawasan penggunaan sarana dan prasarana sehingga dapat memonitor penggunaan sarana yang ada hanya untuk melaksanakan sistem pelayanan. d. Mengefektifkan metode pelayanan Guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sebagai pemohon SIM, metode pelayanan terhadap pemohon SIM perlu ditingkatkan yaitu dengan: 1) Melakukan sistem SATPAS SIM keliling dengan menggunakan kendaraan sebagai sarana penunjang. 2) Melakukan penjemputan terhadap pemohon yang minta bantuan Polisi dalam perpanjangan SIM. 3) Melakukan sosialisasi terhadap birokrasi pelayanan SIM 4) Memangkas birokrasi pelayanan guna menghemat waktu pembuatan SIM 5) Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam penerbitan SIM 6) Memberikan kemudahan pelayanan dengan menyediakan jasa guide yang dapat membantu pemohon SIM dalam pembuatan dan perpanjangan SIM 7) Membuka jalur online hubungan telepon pada masyarakat maupun lembar umpan balik guna mengetahui kepuasan masyarakat terhadap pelayana SATPAS SIM. BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan a. Proses pelayanan SIM yang telah berjalan selama ini ditingkat KOD masih kurang maksimal, hal ini ditunjukan dengan tidak adanya standar waktu, belum diterapkan prosedur yang sederhana, belum adanya quality control yang jelas, dan lain sebagainya. b. Faktor-faktor yang mempengaruhi perwujudan pelayanan prima ISO 9001 : 2000 adalah dengan adanya faktor internal dan eksternal yang ada. Internal yaitu dengan adanya kekuatan dan kelemahan sedangkan eksternal yaitu dengan adanya peluang dan kendala, c. Bagaimana mekanisme pelayanan publik yang diharapkan sesuai ISO 9001 : 2000 adalah mekanisme pemberian pelayanan prima kepada masyarakat dapat memenuhi adanya kepuasan masyarakat terhadap pelayanan SATPAS SIM KOD, sehingga dapat meningkatkan citra Polisi lalulintas. d. Upaya-upaya untuk mewujudkan pelayanan SIM yang optimal adalah dengan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, memberikan alokasi anggaran, memberikan dukungan sarana dan prasarana yang memadai serta dengan penerapan metode yang lebih efektif. 2. Rekomendasi a. Peningkatan prosentase alokasi penyaluran PNBP ke Polri. (guna mendukung kegiatan operasional Polri). b. Adanya dukungan anggaran untuk sertifikasi ISO 9001:2000 c. Dibuat komitmen secara nasional perwujudan pelayanan prima sesuai standar ISO 9001:2000. DAFTAR PUSTAKA Undang-undang no. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara republic Indonesia Surat keputusan Direktur lalulintas Polri No. pol: Skep/22/IX/2005 tanggal 22 september 2005 Divisi monitoring Kinerja pelayanan dan Penguatan Daerah (PUPD) – ICW, Konferensi Media polling Kinerja Polri Dalam pelayana pembuatan SIM.

optimalisasi pelayanan sim

JUWENI
Tukar Link OPTIMALISASI PELAYANAN SIM DITINGKAT KOD GUNA MENCAPAI STANDAR PELAYANAN PRIMA ISO 9001 – 2000 DALAM RANGKA MENINGKATKAN CITRA POLISI LALULINTAS BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Pada hakekatnya fungsi setiap Polisi dimanapun didunia ini sebenarnya ada tiga yaitu, legalitas, keadilan dan ketertiban. Kepolisian tidak boleh bertindak sewenang-wenang apalagi anti demokrasi, karena mereka dituntut untuk tanggap terhadap pendapat umum dan turut bertanggungjawab dalam mewujudkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. Namun disayangkan semangat perubahan menjadi lebih baik dari Polri sebagai institusi belum dibuktikan dengan tindakan konkrit dan konsekuen.Sebagai institusi penegak hukum, pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, instansi dan aparat kepolisian justru sering menampilkan citra buruk di masyarakat. Sehingga masyarakat cenderung apriori. Fakta kinerja dan sistem kerja dalam tubuh kepolisian yang masih bersifat hirarkis dan otoriter, konsepsi mengenai loyalitas yang sempit dimana laporan terhadap atasan bersifat “ABS” (Asal Bapak Senang), serta penolakan terhadap nilai-nilai demokrasi (kritik dianggap pembangkangan), masih kuat dalam tubuh kepolisian. Dengan melihat struktur birokrasi dan kultur Polri, pemahaman mengenai penyimpangan kinerja maupun korupsi ditubuh Polri sebagai lembaga pelayanan publik dapat dilihat secara konprehensif. Pola dan perilaku korupsi dalam tubuh kepolisian dapat dianalisa dari proses pelayanan kinerja Polri dalam penyediaan surat-surat penting yang dibutuhkan masyarakat antara lain STNK, SIM dan pelayanan masyarakat (yanmas). SIM dibuat atau diterbitkan sebagai upaya kepolisian untuk mengatur lalulintas di jalan raya. Dengan melakukan “seleksi” terhadap kepemilikan SIM, diharapkan pengguna kendaraan memiliki kemampuan dan pemahaman yang cukup sehingga tidak membahayakan orang lain ketika mengemudi. Kepentingan masyarakat untuk berkendara dan kewajiban kepolisian untuk menjaga ketertiban, membuat polisi harus menyediakan sebuah mekanisme pelayanan bagi masyarakat yang memerlukan SIM. Pada tingkat KOD pelayanan SIM dilaksanakan di SATPAS SIM dimana aktivitas pelayanan mengalami pasang surut terhadap garis kerja yang ada. Pada waktu tertentu ketika diberlakukan aturan resmi efektivitas pelayanan pembuatan SIM berjalan sesuai aturan, diwaktu lain pada saat tidak ada kebijakan ketat memberlakukan aturan resmi, proses pelayanan berjalan semrawut dan kental dengan praktek per-calo-an. Dalam Media Indonesia, 15 November 2005, terungkap adanya aktivitas calo dalam pembuatan SIM. Harga pembuatan SIM melambung jauh dari harga resmi. Sarman, 40 tahun, seorang pemohon SIM asal Jakarta Timur, mengaku membayar Rp 400 ribu untuk pembuatan SIM C miliknya dan SIM B-1 milik rekannya. Hal ini sangat berbeda dengan harga resmi sesuai aturan yang ada. Dalam Kompas, 13 April 2004, yang terjadi di Propinsi Sumatera Utara. Biaya pengurusan SIM di SATPAS SIM lingkungan Polda Sumut “mencekik leher”. Secara administratif, seharusnya biaya hanya Rp 52.500 per lembar SIM A atau B, kenyataannya mencapai Rp 170.000 sampai Rp 300.000. Hal itu bia terjadi karena ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan di luar ketentuan oleh pengurus SIM. Misalnya, “biaya komando” Rp 75.000, Kasat Lantas Rp 50.000, uang pendaftaran Rp 10.000, uang buku petunjuk Rp 10.000, biaya praktik Rp 10.000, uang tes psikologi Rp 5.000, uang tebus psikologi Rp 25.000, uang gesek nomor rangka kendaraan Rp 10.000 dan asuransi Rp 5.000. Pernyataan tersebut dikemukakan pengemudi dan pengusaha angkutan dari Medan dan Binjai yang tergabung dalam Himpunan Profesi pengemudi Indonesia (HPPI), Family Group, CV Pembangunan Semesta dan Yayasan Orang Tua Indonesia. Menurut wakil organisasi profesi tersebut, membengkakknya biaya pengurusan karena adanya permainan sindikasi antara pihak ketiga dengan oknum-oknum jajaran Polda Sumut. Hal ini diperkuat oleh Ketua dan Wakil ketua Komisi IV DPRD. Beragamnya kasus penyimpangan aktivitas pelayanan pembuatan SIM di berbagai daerah tersebut menununjukkan bahwa penyimpangan pembuatan SIM dalam tubuh kepolisian sudah sangat kronis dan sistematis. Disisi lain masyarakat pada umumnya tidak tahu informasi sesungguhnya berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk pembuatan SIM. Penyebab ketidaktahuan ini adalah :masyarakat memang tidak tahu ketentuan pembuatan SIM, atau masyarakat tahu tetapi pada berdaya, tidak memiliki keberanian untuk mempertanyakan. Fatalnya ketidaktahuan ini dimanfaatkan oleh pihak kepolisian sebagai pemegang otoritas dalam pelayanan pembuatan SIM untuk berkecenderungan memaksimalkan keuntungan. 2. Permasalahan Dari latar belakang tersebut, permasalahan yang ada adalah : Bagaimana optimalisasi pelayanan SIM ditingkat KOD guna mencapai standar pelayanan ISO 9001 – 2000 dalam rangka meningkatkan citra Polri? 3. Persoalan a. Bagaimana proses pelayanan SIM yang telah berjalan selama ini ditingkat KOD? b. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perwujudan pelayanan prima ISO 9001 : 2000? c. Bagaimana mekanisme pelayanan publik yang diharapkan sesuai ISO 9001 : 2000? d. Bagaimana upaya-upaya untuk mewujudkan pelayanan SIM yang optimal? 4. Maksud dan tujuan a. Maksud Penulisan naskah karya kelompok ini adalah untuk memenuhi salah satu program pendidikan di Sekolah Staf dan Pimpinan Polri Pendidikan Reguler ke-47 Tahun Pendidikan 2008. b. Tujuan Penulisan ini diharapkan dapat mempunyai kegunaan baik secara praktis maupun teoritis yaitu: 1) Secara teoritis tulisn ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam mewujudkan pelayanan public secara prima dan tulisan ini juga diharapkan dapat menjadi salah satu bagi pimpinan Polri dalamupaya peningkatan pelayanan bagi masyarakat terhadap registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor. 2) Secara praktis penulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemberi jasa layanan public di SATPAS SIM KOD. Selain itu, penulisan ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan dan gambaran menyangkut faktor-faktor yang harus dipenuhi untuk keberhasilan didalam praktek penyelenggaraan mutu pelayanan sebagai bagian dari pelayanan publik. 5. Metode dan pendekatan a. Metode Metode yang digunakan pada penulisan ini adalah deskriptif empirik analisis yaitu melalui pengumpulan data melalui kajian Kepustakaan yaitu dengan mempelajari buku-buku, dokumen-dokumen dan artikel lain yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam optimalisasi pelayanan SIM di SATPAS-SATPAS KOD. b. Pendekatan Pendekatan manajemen secara sistematis yang penulis gunakan dalam membahas permasalahan dan persoalan tersebut diatas adalah menggunakan pendekatan kerangka acuan penyelenggaraan pelayanan publik di SATPAS SIM KOD serta fungsi dan peranan kewenangan polri dalam registrasi dan identifikasi bkendaraan bermotor. 6. Tata urut (Sistematika) Bab I : Pendahuluan Bab II : Pembahasan Bab III : Penutup 7. Pengertian ISO 9001:2000 adalah inisial badan dunia International for Standarization yang berkedudukan di Jenewa Swiss dan ISO 9001:2000 adalah suatu standar persyaratan system manajemen mutu yang diterbitkan oleh badan dunia ISO. SATPAS SIM KOD merupakan kepanjangan dari Satuan petugas Administrasi Surat Izin Mengemudi yang berkedudukan di tingkat KOD. Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak sipil setiap warga Negara dan penduduk atas suatu barang/jasa dan atau pelayanan administrasi yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Sehingga hakekat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan kepada masyarakat merupakan perwujudan kewajiban aparatur Negara nomor : PER/20/M.PAN/04/2006 tentang pedoman penyusunan standar pelayanan publik. BAB II PEMBAHASAN 1. Proses pelayanan SIM yang telah berjalan selama ini ditingkat KOD Kondisi pelayanan SIM di SATPAS SIM tingkat KOD selama ini masih kurang sesuai dengan dengan standar pelayanan publik, yakni : a. Tidak adanya standar waktu pelayanan, sehingga waktu penyelesaian proses pelayanan tidak jelas dan bervariasi. b. Pelayanan yang belum dilaksanakan dengan prosedur yang sederhana, mudah, cepat dan tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang membutuhkan pelayanan. Suasana pelayanan yang belum bias menciptakan suasana aman dan nyaman bagi para pemohon pembuatan dan perpanjangan SIM. c. Belum adanya quality control yang jelas mengenai standar pelayanan, mekanisme prosedur pelayanan baku yang masih bergantung pada inovasi dan inisiatif Direktorat lalulintas. d. proporsional dan professional anggota yang wajib melayani dirasakan sangat kurang, sehingga bisa memberikan pelayanan yang memuaskan para pemohon SIM. e. Belum adanya petugas pemandu bagi para pemohon SIM yang belum jelas dengan prosedur pelayanan yang sebenarnya belum terpasang di SATPAS SIM KOD yang dapat dilihat oleh pemohon SIM dalam mengikuti tahapan dan persyaratan dalam proses layanan di salah satu loket pembayaran. f. Prosedur dan banyaknya pelayanan pada loket-loket yang selama ini berjalan mengakibatkan mekanisme birokrasi yang cukup lama dan berbelit-belit. Bukan terciptanya perampingan loket pelayanan di SATPAS SIM KOD. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perwujudan pelayanan prima ISO 9001 – 2000. Upaya peningkatan mutu pelayanan prima dalam rangka perwujudan ISO 9001 : 2000 di SATPAS SIM KOD dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang mempunyai hubungan klausal baik yang berasal dari internal maupun eksternal SATPAS SIM KOD dalam menjalankan fungsi registrasi dan identifikasi secara keseluruhan. Pengaruh tersebut dapat berupa kekuatan (strength) dan peluang (Opportunity) maupun kelamahan (weakness) dan kendala (threat), hal tersebut meliputi : a. Internal 1) Kekuatan (Opportunity) a) Kebijakan nasional yang termuat didalam peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/20/M. PAN/04/2006 tentang pedoman penyusunan standar pelayanan publik telah menggariskan beberapa prinsip standar mutu pelayanan sektor publik (public service) yang mengharuskan penerapan standar mutu pelayanan bagi sektor publik. b) Undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, mensyaratkan adanya fungsi lembaga kepolisian dibidang pelayanan yakni berwenang menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor. c) Dukungan dari instansi-instansi yang mengharapkan terwujudnya pelayanan prima, misalnya Bank-bank untuk membantu kemudahan bagi pemohon SIM dengan penempatan loketnya di SATPAS KOD. d) Kesepakatan dan kesepahaman (konsensus) antar stake holders yang berada di SATPAS SIM KOD untuk meningkatkan mutu pelayanan secara prima sesuai dengan standar pelayanan. e) Semanagat dan etos kerja di ditiap SATPAS SIM KOD yang tinggi sehingga beban kerja yang ada dapat diselesaikan dengan baik dalam rangka menyikapi perkembangan dan situasi tuntutan masyarakat. 2) Kelemahan (weakness) a) Kualitas dan kuantitas petugas SATPAS SIM ditingkat KOD yang masih kurang. b) Penguasaan terhadap IT (Information technology) yang sangat terbatas yang dimiliki oleh petugas SATPAS SIM ditingkat KOD. c) Budaya kooperatif dan inovatif petugas guna mewujudkan pelayanan prima. d) Minimnya kualifikasi pendidikan petugas dan SATPAS SIM KOD, sehingga berimplikasi pada profesionalisme dan proporsionalisme. e) Sistem dan metode yang belum memadai untuk mewujudkan pelayanan secara prima di SATPAS SIM KOD, sistem dan metode dimaksud meliputi : 1) ISO 9001-2000 2) Publik complain 3) FIFO (Firs In Firs Out) 4) Penyederhanaan birokrasi 5) online system 6) Banking 7) Timsus b. Eksternal Faktor-faktor eksternal yang mendukung bagi terlaksananya perbaikan system pelayanan sehingga terwujudnya pelayanan prima yakni : 1) Peluang (Opportunity) a) Dukungan dari pemerintah daerah dalam mewujudkan pelayanan secara prima kepada masyarakat sebagai kewajiban penjabaran prinsip-prinsip good government and good governance. b) Dukungan politik dari lembaga legislatif daerah maupun pusat agar terwujud pelayanan berdasarkan prinsip-prinsip pelayanan yang baik dan memberi rasa kepuasan bagi masyarakat. c) Akuntabuilitas dan transparansi didalam pelayanan publik memberikan keleluasaan bagi masyarakat untuk mengkritisi dan mengetahui sistem pelayanan. Hal ini akan memberikan dorongan unit-unityang senantiasa menjaga citra pelayanannya. d) Akses informasi yang terbuka peluang bagi media massa untuk meliput setiap proses pelayanan dapat berimplikasi pada etos kerja penyedia layanan. 2) Kendala (threat) a) Kurangnya kesadaran para pemohon SIM untuk melakukan secara langsung pemohonan SIM mereka ke SATPAS-SATPAS SIM KOD, mereka lebih memilih melalui Biro jasa maupun dengan memanfaatkan jasa calo. b) Tidak tersosialisasinya perubahan sistem pelayanan di SATPAS SIM KOD dengan baik. c) Para pemohon SIM kurang memperhatikan aspek kenyamanan dan keamanan pada lingkungan SATPAS SIM KOD sehingga kurangnya umpan balik dalam meningkatkan pelayanan. d) Tidak seluruh masyarakat sebagai pengendara kendaraan memiliki SIM, sehingga mempersulit regiden ranmor pada saat ada kecelakaan. 3. Mekanisme pelayanan publik yang diharapkan sesuai ISO 9001 – 2000 ISO 9001 : 2000 – Quality Manajemen System ditujukan untuk digunakan di organisasi manapun yang merancang, membangun, memproduksi, memasang dan/atau melayani produk apapun atau memberikan bentuk jasa apapun. Penerapan SMM ISO 9001”2000, sebagai standarisasi system pelayanan dan perbaikan kualitas pelayanan yang bertujuan adanya perbaikan mutu pelayanan yang diberikan SATPAS. Membangun kesamaan visi dan misi yang harus dicapai oleh SATPAS SIM KOD, sehingga waktu pelayanan, biaya, dan standarisasi formulir bukti kagiatan dapat sesuai dengan ketentuan. Diharapkan dengan dengan adanya pelayanan sesuai dengan ISO 9001:2000, mekanisme pemberian pelayanan prima kepada masyarakat dapat memenuhi kepuasan masyarakat terhadap pelayanan SATPAS SIM KOD, sehingga dapat meningkatkan citra Polisi lalulintas. 4. Upaya-upaya untuk mewujudkan pelayanan SIM yang optimal. Upaya dalam mewujudkan pelayanan SIM yang optimal di tiap SATPAS SIM KOD adalah dengan menerapkan konsep pelayanan SIM yang baik seperti : a. Sesuai dengan prosedur yang ditetapkan 1) Memenuhi syarat administrasi 2) Dikategorikan jenis SIM yang akan diambil 3) Dikategorikan pembuatan SIM: baru/perpanjangan/ peningkatan 4) Dasar pemberian sim adalah hasil ujian yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan serta bukan hasil KKN b. Transparan 1) Sistem dan prosedur pengurusan sim jelas 2) Sistem ujian dan hasil ujian transparan dan dapat dipertanggungjawabkan 3) Biaya pengurusan sim jelas dan tidak ada bea tambahan 4) Waktu pengurusan sim jelas a) Baru b) Perpanjangan c) Peningkatan ujian ulang bagi yang tidak lulus c. Dapat dipertanggung jawabkan d. Tidak dijadikan lahan untuk mencari keuntungan pribadi/kelompok e. Petugas kepolisian mempunyai kemampuan di bidang lalu lintas f. Sarana dan prasarana ujian SIM memadai g. Sistem pelayanan yang cepat dan Birokrasi tidak berbelit-belit h. Sistem manajemen dan mekanisme kontrol yang baik Langkah-langkah yang dilakukan dalam optimalisasi pelayanan SIM ditingkat KOD adalah dengan : a. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia 1) Merubah pandangan para petugas kepolisian dalam melakukan pemolisiannya (cange the mind set of police officers) 2) Melakukan pendidikan dan pelatihan kepada seluruh anggota Polri tentang pemolisian komuniti (Community Policing) secara bertahap 3) Bimbingan dan latihan terus menerus oleh pimpinan atau petugas kepolisian yang lebih senior. 4) Menanamkan (Core value) kepolisian kepada seluruh anggota kepolisian agar nilai-nilai tersebut menjadi landasan dan tindakannya sebagai petugas kepolisian 5) Membangun kepercayaan masyarakat a) Melakukan tindakan dari hati ke hati menunjukkan bahwa tindakan petugas kepolisian memang tulus, jujur, terbuka dan bertanggung jawab untuk memberikan keamanan, menjaga keselamatan, melayani, melindungi dan membimbing masyarakat. b) Pendidikan bagi masyarakat dengan tujuan agar masyarakat siap dan menyadari bahwa masalah SIM penting bagi keselamatan masyarakat serta Kamtibcar lantas secara berkala dan berkelanjutan. 6) Melakukan pengawasan melekat, dimana setiap kinerja anggota diawasi secara langsung pimpinan. b. Memberikan alokasi anggaran yang cukup Dalam meningkatkan pelayanan, dukungan anggaran tentunya sangat diperlukan guna menunjang operasional polri dalam pelaksanaan tugasnya terutama dalam bidang penerbitan SIM sebagai salah satu tugas Polri dalam registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor. Peningkatan dukungan anggaran dilakukan melalui : 1) Melakukan pengajuan pada DIPA KOD 2) Melakukan koordinasi dengan instansi-instansi terkait seperti Pemerintah Daerah guna mengusulkan penggunaan APBD dalam meningkatkan pelayanan SATPAS SIM c. Meningkatkan Sarana dan prasarana Dukungan sarana dan prasarana perlu ditingkatkan guna mengoptimalkan pelayanan melalui dukungan sarana dan prasarana SATPAS SIM KOD, dengan melakukan upaya : 1) Melakukan perawatan berkala terhadap sarana dan prasarana yang ada 2) Melakukan pengawasan penggunaan sarana dan prasarana sehingga dapat memonitor penggunaan sarana yang ada hanya untuk melaksanakan sistem pelayanan. d. Mengefektifkan metode pelayanan Guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sebagai pemohon SIM, metode pelayanan terhadap pemohon SIM perlu ditingkatkan yaitu dengan: 1) Melakukan sistem SATPAS SIM keliling dengan menggunakan kendaraan sebagai sarana penunjang. 2) Melakukan penjemputan terhadap pemohon yang minta bantuan Polisi dalam perpanjangan SIM. 3) Melakukan sosialisasi terhadap birokrasi pelayanan SIM 4) Memangkas birokrasi pelayanan guna menghemat waktu pembuatan SIM 5) Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam penerbitan SIM 6) Memberikan kemudahan pelayanan dengan menyediakan jasa guide yang dapat membantu pemohon SIM dalam pembuatan dan perpanjangan SIM 7) Membuka jalur online hubungan telepon pada masyarakat maupun lembar umpan balik guna mengetahui kepuasan masyarakat terhadap pelayana SATPAS SIM. BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan a. Proses pelayanan SIM yang telah berjalan selama ini ditingkat KOD masih kurang maksimal, hal ini ditunjukan dengan tidak adanya standar waktu, belum diterapkan prosedur yang sederhana, belum adanya quality control yang jelas, dan lain sebagainya. b. Faktor-faktor yang mempengaruhi perwujudan pelayanan prima ISO 9001 : 2000 adalah dengan adanya faktor internal dan eksternal yang ada. Internal yaitu dengan adanya kekuatan dan kelemahan sedangkan eksternal yaitu dengan adanya peluang dan kendala, c. Bagaimana mekanisme pelayanan publik yang diharapkan sesuai ISO 9001 : 2000 adalah mekanisme pemberian pelayanan prima kepada masyarakat dapat memenuhi adanya kepuasan masyarakat terhadap pelayanan SATPAS SIM KOD, sehingga dapat meningkatkan citra Polisi lalulintas. d. Upaya-upaya untuk mewujudkan pelayanan SIM yang optimal adalah dengan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, memberikan alokasi anggaran, memberikan dukungan sarana dan prasarana yang memadai serta dengan penerapan metode yang lebih efektif. 2. Rekomendasi a. Peningkatan prosentase alokasi penyaluran PNBP ke Polri. (guna mendukung kegiatan operasional Polri). b. Adanya dukungan anggaran untuk sertifikasi ISO 9001:2000 c. Dibuat komitmen secara nasional perwujudan pelayanan prima sesuai standar ISO 9001:2000. DAFTAR PUSTAKA Undang-undang no. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara republic Indonesia Surat keputusan Direktur lalulintas Polri No. pol: Skep/22/IX/2005 tanggal 22 september 2005 Divisi monitoring Kinerja pelayanan dan Penguatan Daerah (PUPD) – ICW, Konferensi Media polling Kinerja Polri Dalam pelayana pembuatan SIM.

07 September, 2008

PERKEMBANGAN POLITIK DAN DEMOKRASI

JUWENI
Mewujudkan visi indonesia 2030, sebagai upaya mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur perlu beberapa agenda perubahan sistem politik di Indonesia. Amandemen UUD 1945, perobahan terhadap konstitusi memerlukan pardigma yang jelas sesuai dengan prinsip konstitusionalisme yang antara lain sebagai berikut: (1) pembatasan wilayah kekuasaan negara, (2) pengaturan cabang-cabang kekuasaan yang seimbang, (3) jaminan terhadap hak-hak asasi manusia, (4) prinsip-prinsip kehuduan politik yang demokratis, (5) independensi lembaga peradilan , (6) kontrol sipil terhadap militer, (7) prinsip desentralisasi, (8) jaminan melakukan perubahan konstitusi serta (9) partisipasi/pelibatan masyarakat. Bebagai prinsip atau paradima tersebut harus dijabarkan lebih rinci melalui perdebatan yang mendalam, jernih dan komprehensif agar pasal-pasal yang dituangkan dalam UUD yang baru mempunyai dasar dan akar alasan yang kuat, sehingga hasilnya tidak tambal sulam. Mewujudkan pemerintah yang efektif, Praktek penyelengaraan pemerintahan dewasa ini masih belum efektif disebabkan oleh karena mengabungkan sistem presidensial dengan multipartai tak-terbatas. Penggabungan dua variabel tersebut adalah kombinasi yang tidak kompatibel. Beberapa kelemahan pokok yang mengakibatkan kedua sistem tersebut tidak kompatibel Transparansi Lembaga Perwakilan, Pertanggung-jawaban wakil terhadap yang diwakilinya (rakyat) adalah sesuatu yang masih absen dalam demokrasi representatif di Indonesia. Problem utama dari issue pertanggung-jawaban wakil rakyat adalah disamakannya voting dalam institusi perwakilan itu dengan voting rakyat dalam pemilihan umum. Pensejajaran ini tercermin pada tata cara pengambilan keputusan melalui voting yang tertutup (dirahasiakan). Seperti halnya rakyat yang secara rahasia memberikan suaranya dalam pemilu, para wakil rakyatpun memilih untuk memberikan suaranya secara rahasia. Bahkan sering dianjurkan agar para wakil rakyat menentukan pilihan tanpa dipengaruhi pihak manapun juga. Sistem pemilu, Sejalan dengan upaya mewujudkan pemerintahan yang efektif, selain pembenahan partai politik, perlu pula dilakukan beberapa penegasan dalam prinsip sehingga sistem pemilu harus semakin mengarah untuk untuk meningkatkan akuntabilitas wakil rakyat dengan pemilihnya. Oleh sebab itu prinsip one man, one vote, one value perlu diterapkan. Secara ideal, prinsip tersebut harus dilakukan dengan konsekwen, karena kesetaraan diantara warga negara adalah salah satu prinsip demokrasi. Kedua, demokratisasi mekanisme pencalonan. Artinya pencalonan dilakukan dengan sistem bottom-up ( dari bawah keatas). Artinya, setiap calon anggota lembaga perwakilan rakyat harus dipilih secara demokratis dan terbuka sehingga bobot pengaruh dan kualitas komitmen para anggota lembaga perwailan rakyat diharapkan lebih baik bila dibandingkan dengan pemilihan calon yang dilakukan bedasarkan putusan pimpinan partainya. Ketiga, mempertegas sistem auditing dan pengelolaan dana-dana politik yang digunakan dalam proses Pemilu. Selama ini tidak ada pengaturan dana politik yang menyangkut jenis sumbangan, batasan sumbangan, larangan menerima sumbangan dari sumber tertentu, pencatatan sumbangan, pelaporan, audit, akuntabilitas publik, dan sangsi apabila melangggar. Birokrasi, Untuk mengoptimalkan kinerja pemerintahakan yang demokratis maka diperlukan instrumen pendukung. Pemerintahan demokratis adalah pemerintahan yang dipilih oleh rakyat. Pemerintahan terpilih itu tentu menjanjikan agenda kebijakan untuk dilaksanakan. Karena itu penting sekali bagi pemerintahan terpilih bisa memiliki mekanisme yang secara sistematis dan strategis menterjemahkan janji dan agenda menjadi kebijakan pemerintah.
Otonomi daerah, Kebijakan otonomi daerah merupakan bagian dari upaya mendekatkan rakyat dengan para pemimpinnya, sehingga perwujudan masyarakat yang adil dan makmur segera dapat menjadi kenyataan. Namun dalam praktek penyelengaraan pemerintahan daerah masih terjadi banyak hambatan. Persoalan utama adalah penyalahgunaan kekuasaan. Pemilihan kepala daerah langsung, pemekaran, pengisian kekosongan wakil kepala daerah, penyederhanaan penyelenggaraan pilkada,

29 Agustus, 2008

PEMBERDAYAAN

JUWENI
POLA KEMITRAAN DENGAN INSAN PERS GUNA MEMBANGUN CITRA POLRI DI BIDANG PENYIDIKAN OLEH KAPOLRES I. PENDAHULUAN BANGSA Indonesia tidak bisa melepaskan diri dari globalisasi. Era global ini ditandai dengan munculnya masyarakat dunia, dengan nilai-nilai universal yang dianut bersama. Terdapat beberapa isu atau jargon di era global ini, seperti demokratisasi, hak asasi manusia ( HAM), lingkungan hidup, penggunaan standar internasional dan hak atas kekayaan intelektual (HaKI) termasuk kriminalitas tingkat tinggi sejalan dengan kemajuan dan perkembangan teknologi, sebagaimana dilakukan para terorisme, cyber crime dan sebagainya. Kondisi ini mengakibatkan perubahan dan tuntutan mendasar, baik bagi masyarakat maupun pemerintah. Berbagai gejolak, keinginan, dan harapan, pada hakikatnya bermuara pada perbaikan menuju masyarakat madani, yaitu suatu masyarakat yang segala kegiatan pemerintahannya (termasuk Polri ) sepenuhnya demi untuk rakyat. Sudah delapan tahun Polri menikmati status kemandiriannya melalui Tap MPR No VI/2000 dan Tap MPR No VII/2000 serta UU No 2/2002 tentang Polri, namun publik masih menganggap kinerja Polri masih belum juga optimal. Sejumlah kasus telah membuat citra Polri terpuruk.Masyarakat banyak mempertanyakan profesionalisme polisi dalam mengungkap berbagai kasus. Namun dalam sejumlah kasus lain, sebaliknya membuat citra polisi membaik. terlebih dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini, polisi berhasil menangkap para pelaku peledakan bom di berbagai tempat di Indonesia, khususnya Bali. Peningkatan profesionalisme, kemandirian dan citra Polri menjadi perhatian dan tanggung jawab semua pihak. Hal ini harus dimulai dari kondisi internal Polri, seperti dalam hal – hal tugas Polri yang secara langsung berlaitan dengan masyarakat yang memerlukan perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat seperti dalam proses penyidikan dari mulai tingkat Mabes Polri sampai dengan tingkat KOD yang sangat rentan dengan berbagai penyalahgunaan wewenang yang kemudian terekspolitasi secara vulgar ke publik tanpa dapat dikendalikan. Citra Polri yang tengah dibangun melalui strategi Polri agar Institus Polri dapat dipercaya oleh masyarakat sejalan dengan rencana strategis dan operasionalisasi membangun kepercayaan dengan terpadu mencakup : menanamkan kepercayaan ( trust building) dengan khalayak publik, memperluas kemitraan (patnership dan networking) secara bertahap dengan masyarakat, meningkatkan kesempurnaan (strive for excellence) dalam setiap kegiatan Polisi dan menghindarkan kompromi atau sub optimalisasi kinerja dengan cara antara lain mengetengahkan Polri sebagai institusi sipil yang memiliki jajaran Polisi yang memperlihatkan keteladanan warga negara, berintgritas, profesional, akrab dan tegas namun patuh hukum dalam menegakkan hukum. Plus Minus Citra Polri yang berkembang selama ini terbangun karena informasi di publikasikan secara cepat oleh pers yang tidak henti - hentinya memonitor setiap aktivitas Kepolisian. Prestasi Polri akan menaikkan citra Polri, sebaliknya juga perilaku buruk justru akan menghancurkan citra Polri, ada adagium “ The good news is a bad news and the bad news is a good news”. Di tengah perkembangan dinamika sosial yang makin kompleks dan arus informasi yang makin deras, peranan media massa ternyata makin penting dan strategis. Media cetak atau media elektronik sudah menjadi faktor penentu dalam membentuk opini masyarakat (public opinion).Informasi ini ternyata bak pisau bermata dua, menguntungkan sekaligus bisa merugikan. Menguntungkan karena makin banyaknya informasi sekaligus makin banyak referensi seseorang atau institusi untuk pengambilan sikap dalam suatu kebijakan. Tapi juga merugikan bila kita tak cerdas mengolahnya dan menyiasatinya. Karena di dalamnya terdapat aspek subyektivitas. Opini publik akan menentukan bagaimana suatu institusi dalam hal ini Polri, di mata masyarakat secara sistematis dan terukur dapat dikontrol dan menorehkan hasil nilai, rapor Polri sehingga bisa dinyatakan berhasil atau malah dikatakan tidak becus dalam melaksanakan fungsinya dalam tugas sebagai pelindung, pengayom, public service (pelayan masyarakat) yang sekaligus sebagai law enforcemennt (penegak hukum). Peran sentral dari kegiatan jurnalistik yang dilakukan ole insan pers, dapat menjadi peluang (oppotunity) bahkan dapat juga berubah menjadi ancaman (threatment) yang tergantung dari bentuk berita yang akan disajikan oleh pihak yang memerlukannya. Oleh karena itu permasalahan yang ingin saya angkat dalam tulisan ini adalah “ Bagaimanakah upaya Kapolres untuk memberdayakan Pers sebagai media untuk menaikan citra Polri ? Sedangkan Pokok – Pokok Permasalahannya adalah sebagai berikut : Bagaimanakah proses penyidikan oleh penyidik Polres selama ini ? Apakah Peran pers selama ini dalam pembentukan citra Polri selama ini ? dan Apakah upaya Kapolres untuk memberdayakan Pers sebagai media untuk menaikan citra Polri. II. PEMBAHASAN Peran Pers Dan Pengaruhnya Terhadap Pembentukan Opini Publik Terhadap Citra Polri Tidaklah kita berapriori, jika kita mengatakan bahwa opini kerap dilupakan oleh Kesatuan di tingkat KOD atau secara implisit dikatakan Polres kurang care terhadap adanya opini publik yang dibangun oleh pers ternyata berperan dalam membentuk citranya. Apalagi dalam era reformasi yang global sekarang ini, perang informasi dan pembentukan opini sangat berperan dan mendominasi untuk maju tidaknya suatu institusi itu dapat diterima masyarakat atau tidak. Jika opini publik yang berkembang kurang menguntungkan, akibatnya citra Polri makin terpuruk dalam pandangan kaca mata masyarakat, lebih-lebih di kancah internasional. Mengandalkan peran Humas Polda yang sangat terbatas dalam akselerasinya, menuntut setiap jajaran tingakt KOD harus membangun kemitraan dengan insan pers. Sebagaimana dalam Ketentuan Umum dari Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers bahwa pers merupakan lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki,menyimpan, menyampaikan, baik dalam bentuk tulisan, gambar, suara dan gambar, data dan grafik, maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik maupun saluran lainnya. Sejak jaman kemerdekaan sampai dengan saat ini pers memiliki peran yang cukup strategis, bayangkan saja hanya dengan sebuah pemberitaan berjuta – juta orang akan terpengaruh baik dari hal – hal yang bersifat positif atau negatif tanpa dapat dicegah. Prof. W.Doob dalam bukunya Public opinion and propaganda menyatakan, pendapat umum (public opinion) menunjukkan sikap orang orang yang menjadi anggota dari satu golongan sosial terhadap suatu hal. William Albig dalam bukunya Modern Public Opinion mengungkapkan, pendapat umum (public opinion) adalah ekspresi segenap anggota suatu kelompok yang berkempentingan atas suatu masalah. Prof Kasterhod mengatakan, public opinion adalah mendefinisikan pendapat rata-rata atau persesuaian pendapat antara orang dari suatu golongan sosial terhadap masalah atau hal hal kemasyarakatan. Ada dua metode cara pembentukan opini publik yang sangat umum. Pertama, koersif (memaksa), seperti melalui tindakan yang memaksa seperti teror, pemerasan, boikot, rumor fitnah, yang tujuannya menimbulkan keresahan, ketidakpercayaan, ketakutan tentang apa yang terjadi di tengah masyarakat, sehingga berekses anggapan miring di dalam masyarakat. Cara ini biasanya dilakukan oleh anggota masyarakat dan atau golongan tertentu untuk menguji kesiapsiagaan Polri dalam melaksanakan tugasnya sebagai penyelenggara Kambtibmas. Dari sini timbul opini bahwa polisi tidak mampu mengatasi kekacauan, kerusuhan, gangguan kamtibmas. Kedua, persuasif yakni suatu cara dengan menggunakan tindakan yang menggarap aspek psikologis secara halus guna membangkitkan kesadaran individu melalui komunikasi yang persuasif pula, baik dilakukan secara lisan (ceramah, seminar) atau pun tertulis (artikel, selebaran, media mass media). Cara ini sering dilakukan untuk mendiskreditkan Polisi dari mata masyarakat oleh LSM, pengamat, institusi baik dari lokal maupun internasional . Sebagai contoh, Kita masih ingat kasus Trisakti yang jelas diketahui lewat uji balistik, bahwa proyektil yang ditemukan dalam tubuh korban bukan milik Polri dan lewat video rekaman ilegal, dapat dilihat penembakan dilakukan dari atas gedung, yang tidak mungkin dilakukan oleh polisi yang pada saat itu berhadapan langsung dengan massa, dan dilakukan oleh anggota sniper, tentunya yang punya daya latih internasional. Tapi sekali lagi Polri menjadi "korbannya" sehingga dijadikan kambing hitam pada persidangan selanjutnya, yang seolah-olah "diskenariokan" menjadi tersangka penembakan. Ini makin membuat opini publik makin miring dan tak bersimpati kepada Polri. Namun, demikian sebaliknya seperti kita ketahui bahwa citra Polri juga melambung tinggi, apresiasi datang tidak hanya dari masyarakat Indonesia akan tetapi juga dari masyarakat internasional atas kinerja Polri yang mampu mengungkap kasus peledakan bom Bali dan beberapa lokasi lainnya. Dalam konteks proses penyidikan, sada beberapa keuntungan dari sebuah pemberitaan oleh pers terkait dengan proses penyidikan adalah sebagai berikut : a. Berita pengungkapan kasus akan membentuk publik opini yang positip terhadap kinerja petugas Polri. b. Sebagai warning bagi pelaku kejahatan, setelah diketahui teman – teman pelakuknya tertangkap apalagi setelah menerima tindakan keras . Secara psikologis dapat menurunkan aksi kejahatannya karena identitas pelaku sudah diketahui. c. Memberikan pemahaman dan pembelajaran kepada masyarakat agar senantiasa takut dan patuh hukum . d. Memberikan rasa kepuasan terhadap pihak korban atau masyarakat yang pernah menjadi korban kejahatannya. e. Sebagai sumber informasi bagi kesatuan lainnya yang wilayahnya pernah menjadi sasaran kejahatan dari pelaku . Sedangkan kerugian yang harus ditanggung oleh pihak Polres dari sebuah pemberitaan antara lain adalah sebagai berikut : a. Ekspose kasus kriminal yang berlebihan akan menjadi bukti materil, ketika ada gugatan atas pelanggaran HAM oleh petugas Polri. b. Ekspose pengungkapan kasus yang terlalu cepat, justru membuat tidak tertangkapnya pelaku lainnya dari sebuah kasus yang terungkap yang melibatkan beberapa tersangka karena todak menutup kemungkinan pelakau kejahatan memanfaatkan mass media sebagai informasi bagi kelompoknya atau menjadikan para pelaku kejahatan akan semakin protective . Pada akhirnya penilaian atas keuntungan dan kerugian dari Sebuah Pemberitaan Pers tentang proses penyidikan sebagaimana di gambarkan di atas sangat bergantung kepada pemirsa yang merespon atau melakukan penilaiannya dan sangat mengandung subyektivitas yang cukup tinggi, karena dipengaruhi oleh kualitas pendidikan dari pemirsa. Bagi yang memiliki latar belakang pendidikan yang cukup barangkali akan memandang aksi – aksi sang petuga reserse secara cerdas dan arif ketika melakukan penangkapan dengan cara – cara yang berlebihan merupakan suatu yang keliru karena syarat dengan pelanggaran HAM. Proses Penyidikan di Tingkat Polres yang mengakibatkan menurunnya Citra Polri Sebagai salah satu Sub sistem di Tingkat Polres, penyidik dituntut untuk melakukan pembenahan dalam rangka membangun image Polri yang positif guna mendapatkan kepercayaan dan simpati masyarakatnya. Pada tataran normatif, baik dalam konstitusi maupun peraturan perundang – undangan, Penyidik sudah secara tegas diletakan sebagai salah satu komponen di tingkat Polres yang bertugas merealisasikan ketertiban dan keamanan disampin tugas lainnya dibidang penegakkan hukum, tugas mewujudkan perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat. Sayangnya ketika memasuki tataran implementatif, meskipun adanya beberapa hal yang menggembirakan terlihat pula adanya distorsi dalam peran penyidik berupa pelenggaran – pelanggaran baik yang sifatnya pelanggaran kode etik maupun pelanggaran pidana . Berbicara tentang proses penyidikan, maka saya ingin membagi dalam 3 bagian yaitu : Upaya Paksa , Pemeriksaan dan Penyerahan Berkas Perkara yan pada ke 3 bagian tersebut selama ini telah menimbukan banyak penyimpangan yang mencoreng citra Polri yang ujung – ujungnya adalah mengeja uang sehingga banyak istilah – istilah dikalangan masyarakat yang nempaknya sudah mendarah daging seperti Kasih Uang Habis Perkara (KUHP), Prit Jigo, Polisi Ceban, Polisi delapan enam, Polisi Raja Tega dan sebagainya . Dari identifikasi penulis, maka ada beberapa titik kritis atau titik kerawanan dalam proses penyidikan yang membuat citra polisi dapat terpuruk , antara lain : a. Menangkap seorang tersangka, terutama orang – orang yang memiliki kedudukan pangkat atau jabatan terhormat, dimana terjadi bergaining apakah orang ini di borgol atau tidak, dimasukan mobil tahanan atau tidak, di ekspose ke mass media atau tidak . Melakukan Penahanan dan menawarkannya di ruang tahanan atau di ruang penyidikan yang biasanya luput dari kejaran pers. b. Pengungkapan kasus kejahatan dengan kekerasan, dimana tersangkanya dianiaya bahkan ditmbak mati. c. Menangguhkan penahanan tersangka tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan menurut KUHAP . d. Hilangnya Barang Bukti pada saat penyitaan di rumah tersangka atau saksi. e. Merekayasa terjadinya tindak pidana dan menentukan pasal – pasal yang ringan yang dipersangkakan agar tidak memberatkan tersangka. f. Menentukan pemeriksaan sesuai dengan keinginan Tersangka atau Saksi tanpa alasan yang jelas dan dibenarkan menurut Hukum Acara Yang berlaku. g. Pemeriksaan terhadap saksi dengan cara – cara yang brutal dan melanggar kode etik Polri. h. Mengambangkan proses penyidikan dengan cara menangguhkan penahanan seorang tersangka kemudian terhadap proses penyidikannya tiak dilanjutkan. Dalam posisi yang demikian maka akan terjadi transaksi illegal yang mau tidak mau daripada citra tersangka tersebut runtuh karena tindakan Polisi, maka ia kemudian memenuhi permintaan petugas. Peran Kapolres Untuk Mengemas Berita lewat Kemitraan Dengan insan Pers Yang Dapat Membangun Citra Polri Yang Positip Serta Upaya Untuk Mengukur Opini Publik Atas Kinerja Penyidik Bahwa memang tidaklah mudah menyajikan berita menjadi sebuah peluang yang akan memberikan citra positip bagi insitusi Kepolisian setingkat Polres, dimana kegiatan jurnalistik sangat dijamin untuk memberikan berita apa saja tanpa dapat dibendung, tanpa dapat disesor oleh pihak manapun karena hal tersebut di jamin dengan Undang – undang Republik Indonesia Nomor : 40 tahun 1999 tentang Pers meskipun wartawan wajib melayani hak jawab seseorang yang telah terekspose dalam sebuah pemberitaan . Meski ada mekanisme hak jawab, berita yang telah tersebar telah membentuk opini publik dengan begitu kuat sehingga hak jawab dari pihak – pihak yang telah terekspose dalam sebuah pemberitaan akan sulit melakukan recovery lewat sebuah hak jawab. Untuk mengeliminir pemberitaan – pemberitaan miring tentang citra penyidik di tingkat Polres ini, maka yang terpenting secara internal adalah memperbaiki kinerja penyidik yang senantiasa memegang ketentuan – ketentuan hukum yang terkai dengan tugas pokoknya yaitu : KUHP, KUHAP, UU HAM, undang – undang lainnya yang senantiasa dilandasi dengan Kode etik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selain itu agar berita yang disajikan menjadi berita yang memiliki nilai jual bagi seorang Kapolres untuk menaikan citra kesatuan yang dipimpinnya, maka yang harus dilakukan adalah : a. Membuat suatu kemitraan atau forum konsultasi dengan para juralist yang ada di daerahnya dengan catatan terlebih dahulu berkoordinasi dengan organisasi wartawan seperti PWI atau AJI, untuk memonitor atau melakukan pengecekan legalitas dari wartawan tersebut, untuk menghindarkan berita – berita yang justru akan menimbulkan kontra produktif dan merugikan pihak Polres.Prinsip dalam kemitraan ini adalah memberikan kemudahan akses informasi bagi media dan Kedekatan profesional sebagai pihak yang saling membutuhkan b. Menyatukan visi dan missi dengan para wartawan lewat forum silaturahmi yang diselenggarakan secara periodik, dalam forum tersebut seorang Kapolres harus menjelaskan kepada para wartawan bahwa institusi kepolisian sesuai dengan tahapan renstra Polri pada saat in tengah membangun kepercayaan publik (trust building) yang memerlukan peran wartawan sebagai bentuk kemitraannya. c. Untuk menghindari pemberitaan yang salah, maka hak untuk memberikan statement kepada pihak wartawan harus ditentukan oleh seorang Kapolres apakah Kapolres sendiri, Wakapolres atau Kasatreskrim dan kepada para anggota yang tidak berkompeten dilarang untuk memberikan statement nya kepada pihak wartawan. Anggota harus mengetahui dan memegang komitmennya bahwa yang bersangkutan tidak memiliki hak untuk memberikan statement agar tidak salah pemberitaan. d. Tidak bersikap apriori terhadap peran wartawan, justru dengan keberadaan wartawan tersebut akan membantu seorang Kapolres untuk melakukan pengawasannya kepada anggota secara eksternal mengingat informasi – informasi tentang perilaku personel Polres di luar kantor sulit diakses oleh para pengawas di Polres. e. Menjadikan pemberitaan yang buruk terhadap kinerja penyidik sebagai kritik yang konstruktif yang dapat memberikan motivasi untuk memperbaiki kinerja penyidik di tingkat Polres. f. Membuat statement yang sama antara Kapolres dengan Kasat atau penyidik, agar terjadi kesepahaman dalam pemberitaan dan tidak membingungkan publik yang menjadi pemirsa, dan dalam pembuatan statement terhadap kegiatan penyidikan senantiasa berisi nilai – nilai pemberitaan strategis yang dapat mengangkat citra Polri secara umum khususnya penyidik . g. Apabila terjadi kekeliruan pemberitaan, atau segera memanfaatkan hak jawab dengan berita – berita yang lebih tajam sebagai kontra opini, kalau perlu masuk dalam head line dan media – media yang memiliki ratting tertinggi di wilayahnya dengan harapan dapat mengubah opini yang telah lebih dahulu terbentuk dikalangan masyarakat. i. Memanfaatkan kegiatan fungsi inteljen untuk membuat klipping pers dan dari kegiatan tersebut di buat analisanya sebagai bahan prediksi maupun antisipasi h. Bahwa disadari peran wartawan dalam rangka pembentukan opini publik sangatlah besar yang dapat menjadikan kesatuan di tingkat KOD ini menjadi institusi yang dapat dipercaya dan dicintai publik, maka untuk meningkatkan akseselarsi pemberitaan – pemberitaan yang positip diperlukan anggaran yang memadai terutama dalam rangka pembentukan forum komunikasi atau forum kemitraan dengan wartawan. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam rangka perluasan berita kepada publik melalui peran pers adalah : Hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam penyebarluasan informasi, perlu dipelihara dan dijaga, Polri sebagai institusi yang harus bertanggung jawab kepada publik harus menyampaikan berita secara benar, akurat dan tepat, Media sebagai penyampai informasi meskipun merdeka dan bebas tetap harus bertanggung jawab dan Masyarakat sebagai penerima informasi harus arif dan bijaksana setiap menerima informasi. Kemudian strategi yang tidak dapat dilupakan adalah mengukur tingkat kepuasan masyarakat dengan cara menilai opini publik Yang Berkembang di masyarakat Akbat Pemberitaan Pers Terhadap Kinerja Penyidik Polres sebagai indikator keberhasilan suatu kesatuan. Untuk menganalisa dan mengevaluasi opini publik, kita bisa mengontrolnya dengan cermat lewat beberapa jalan antara lain : a. Interview (wawancara). Cara ini dilakukan secara umum terbuka, bisa lewat kelompok studi kepolisian atau oleh anggota kepolisian itu sendiri. Di sini peran Kapolres sangat penting mempengaruhi dan membentuk opini secara terbuka. Tentunya di sini dibutuhkan kekompakan koordinasi yang solid untuk menjaga kewibawaan polisi lewat fungsi-fungsi opsnal dengan fungsi reskrim agar tidak terjadi miss understanding dan miss action. b. Polling (jajak pendapat), pengumpulan pendapat (suara) secara lisan tertulis. Peranan polling ini sangat penting dan acap kali digunakan di negara maju. Berkat teknologi komunikasi yang canggih, polling bisa dilakukan dengan cepat sehingga digunakan oleh user dangan cepat pula. Polling dapat dilakukan dengan mengambil topik pada saat itu "Apakah penyidik polres sudah mampu melaksanakan tugasnya dengan baik?" Tentu ini sangat menentukan dan menguntungkan bagi perkembangan Polri selanjutnya tentunya hal ini sangat menguntungkan bagi Polri yang sangat berpengaruh bagi tugas tugas selanjutnya dimana polisi benar benar – benar dapat yakin dan percaya diri akan keberadaannya di terima oleh masyarakat. c. polemik. Ini dimulai dari sebuah tulisan di media massa untuk melempar gagasan, ide, pandangan, pendapat yang diperkirakan akan mengundang polemik. Dulu hal ini sering dilakukan, misalnya pemisahan Polri dari ABRI, pencabutan dwi fungsi ABRI, penerbitan UU kepolisian yang baru dll. Peranan media massa amat signifikan dalam menjembatani polemik ini .Dari sini akan terukur sejauh mana aspirasi itu direspon secara positif atu negatif oleh masyarakat. III. KESIMPULAN Bahwa proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Polres selama ini masih dilakukan dengan cara – cara yang melanggar dari ketentuan hukum yang berlaku baik secara material maupun formal yang tidak dilandasi dengan kode etik dan penghormatan terhadap Hak – hak asasi manusia yang kemudian memperburuk citra Polri. Peran pers selama ini cukup strategis untuk membuat citra Polri dimata masyarakat sehingga diperlukan kepiawaian seorang Kapolres untuk membangun kemitraan dengan insan Pers untuk menjadikan keberadaan pers tersebut sebagai peluang yang dapat menguntungkan bagi kesatuannya serta dapat membantu Kapolres untuk melakukan salah satu fungsi manajemen yaitu fungsi Pengawasan secara eksternal terhadap kinerja anggotanya yang melakukan kegiatan penyidikan. Untuk mengeliminir pemberitaan – pemberitaan miring yang menyangkut kinerja penyidik reskrim di tingkat Polres, maka yang paling terpenting , secara internal adalah memperbaiki terlebih dahulu perilaku serta kemampuan penyidik .Karena sebaik apapun berita, bila tidak didukung dengan akurasi data yang valid maka publik tetap akan mengetahuinya. Lembang, 6 Maret 2008 Penulis ASEPJ. SUDRAJAT, S.Ik KOMPOL NRP 71100299 DAFTAR PUSTAKA 1. Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. 2. Undang – Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers 3. Undang – Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana 4. Peraturan Kapolri Nomor : 9 tahun 2007 tentang rencana strategis Kepolisian Negara Republik Indonesia Tahun 2005 – 2009 5. Tap MPR No VI/2000 dan Tap MPR No VII/2000 tentang pemisahan Polri dari ABRI. 6. Bahan Pelajaran Strategi Komunikasi Pasis Sespim Polri Dikreg Ke-46 T.P 2008. 7. Merubah Image Polri, Brigjen Pol Drs.Soewadji, PT. Pustka Bintang – Jakarta 2005. 8. Etika Kepolisian, Jendral Polisi (Purn) drs.Kunarto, Cipta Manunggal – Jakarta 1997 .
JUWENI
PERAN POLRI DALAM PENERAPAN HUKUM TERHADAP KELANGSUNGAN PEMBANGUNAN NASIONAL I. PENDAHULUAN. Perkembangan lingkungan strategik sangat berpengaruh terhadap Pembangunan hukum nasional di Indonesia. Pembangunan tersebut secara implisit membahas dua muatan utama, pertama, terkait dengan konsep hukum pembangunan yang menempatkan peranan hukum sebagai sarana pembaruan masyarakat, dan konsep hukum sebagai sarana rekayasa sosial dan birokrasi,. Kedua adalah penataan kelembagaan atau reformasi birokrasi. Dalam kehidupan politik dan ketatanegaraan di Indonesia telah terjadi perubahan paradigma yaitu dari sistem otoritarian kepada sistem demokratis dan dari sistem sentralistik kepada sistem otonomi. Sebagai akibat dari perubahan paradigma tersebut akan sangat berdampak terhadap sistem hukum yang dianut selama ini yang menitik beratkan kepada produk-produk hukum yang lebih banyak berpihak kepada kepentingan penguasa dari pada kepentingan rakyat, serta produk hukum yang lebih mengedepankan dominasi kepentingan pemerintah pusat dari pada kepentingan pemerintah daerah. Sebagai akibatnya maka berbagai akses muncul seperti egoisme sektoral dan menurunnya kerjasama antar aparat penegak hukum (CJS) Kejaksaan, Kehakiman, Polri yang secara signifikan berpengaruh pada memburuknya fungsi pengayoman terhadap masyarakat, dimana intinya karena miskinnya pemahaman tentang visi dan misi sistem peradilan pidana terpadu, hak untuk memperoleh penasehat hukum, hak untuk tidak menjawab, praduga tak bersalah, hak diproses hukum, memperoleh keadilan dalam pengadilan (impartiar trial), transparansi dan akuntabilitas, dimana hal tersebut bila tidak diantisipasi dapat mengganggu kelangsungan pembangunan nasional Dalam hal ini Polri mempunyai tugas mengawal dan mengamankan langkah-langkah strategi untuk mengantisipasinya. Atas dasar tersebut diatas, maka penulis menetapkan judul peran Polri dalam penerapan hukum terhadap kelangsungan pembangunan nasional. II. PEMBAHASAN. Beberapa peristiwa dimasa lampau memperlihatkan sebagai bukti bahwa telah terjadi perampasan hak-hak rakyat baik di bidang politik, ekonomi, dan sosial dengan alasan untuk pembangunan nasional yang mana pembangunan tersebut meliputi pembangunan jangka pendek, pembangunan jangka sedang dan pembangunan jangka panjang, dengan diberlakukannya berbagai peraturan perundang-undangan atau keputusan pemerintah, misal UU No. 21 tahun 1970 tentang hak pengusahaan dan pungut hasil hutan, UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Dalam kaitannya dengan sarana pembaruan masyarakat, hukum nasional di buat oleh pemerintah (Departemen Kehakiman) dalam rangka menyikapi perubahan sistem politik dan sistem ketatanegaraan yang telah berubah dengan cepat setelah masa reformasi. Produk hukum nasional yang di buat saat ini, tampak lebih menitik beratkan pada kepentingan penguasa dari pada kepentingan rakyat, dan produk hukum yang di buat lebih mengedepankan dominasi kepentingan Pemerintah Pusat dari pada kepentingan Pemerintah Daerah. Konsep hukum dan fungsi sebagai sarana rekayasa sosial, dapat dilaksanakan secara efektif jika penyelenggara birokrasi telah memahami fungsi dan peranan serta posisi hukum pada tempat yang layak dan proporsional. Hukum dalam hal ini dipandang bukan sebagai perangkat yang harus dipatuhi oleh masyarakat saja melainkan juga harus dipandang sebagai sarana yang harus dapat membatasi perilaku aparat penegak hukum dan pejabat publik. Ukuran keberhasilan pembangunan hukum tidak sama dengan pembangunan fisik karena pembangunan fisik jelas dapat dinilai dalam bentuk angka-angka termasuk keberhasilan maupun kegagalannya (Mochtar Kusumaatmadja, 1975). Aparatur hukum dalam konteks perkembangan politik dan penegakan hukum di Indonesia menempati posisi yang sangat strategis dan menentukan keberhasilan pembangunan nasional. Dengan mengedepankan konsep panutan atau kepemimpinan, diharapkan dapat diwujudkan secara bersamaan dan sekaligus dengan konsep perubahan dan pemberdayaan masyarakat melalui hukum sebagai sarana pembaruan. Walaupun pimpinan Polri telah melaksanakan reformasi internal yang meliputi aspek struktural, instrumental dan kultural, tetapi penegakan hukum yang dilakukan Polri namun masih dirasakan belum memenuhi harapan masyarakat dengan indikator-indikator sebagai berikut : 1. Aspek Pelayanan Penegakan Hukum. a. Masih ditemukan diskriminasi dalam penegakan hukum oleh Polri terhadap masyarakat kecil. b. Masih ditemukan manipulasi perkara guna membantu pihak tertentu. c. Masih ditemukan kelambanan dalam pelayanan penegakan hukum. d. Masih ditemukannya aparat penegak hukum yang tidak profesional dan proporsional dalam menangani suatu kasus, seperti pada TPA Bojong di Bogor. 2. Aspek Perilaku Penegak Hukum Polri. a. Perilaku yang menyimpang seperti arogansi, sewenang-wenang maupun tindakan yang tidak menyenangkan terhadap tersangka maupun saksi dan korban. b. Berperilaku KKN dalam melaksanakan tugasnya seperti jual beli perkara, manipulasi perkara, hal-hal lain yang merugikan masyarakat dari aspek finansial, sehingga muncul pameo lapor kehilangan ayam menjadi kehilangan kambing. Peran Polri dalam penerapan hukum terhadap kelangsungan pembangunan nasional Aparat Penegak Hukum (Polri) hendaknya : 1. Aparat penegak hukum yang bermoral yaitu dapat melaksanakan tugas sesuai dengan norma agama yang dianutnya. 2. Aparat penegak hukum yang menjunjung tinggi HAM. Diharapkan bahwa semua aparat penegak hukum Polri wajib mematuhi ketentuan-ketentuan serta menyesuaikan diri dalam semua tindakan operasionalnya untuk menghormati HAM. 3. Aparat penegak hukum yang tidak diskriminatif. Diskriminatif dalam tindakan hukum merupakan pembatasan, pelecehan atau pengucilan yang langsung atau tidak langsung didasarkan pada perbedaan aspek manusia. 4. Aparat penegak hukum yang mempunyai akuntabilitas, transparan, jujur dan adil bebas KKN. 5. Aparat penegak hukum yang profesional, proporsional dan menjunjung supremasi hukum. 6. Memanfaatkan jaringan kerjasama dengan semua pihak untuk meningkatkan kemampuan dibidang preventif dan preemtif dengan mengedepankan hukum dalam pembangunan nasional. 7. Memberikan advokasi dan mengkampanyekan bermacam perilaku, sikap dan tindakan berbagai pihak agar saling menghormati, menerapkan dan menegakan hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. III. PENUTUP. Secara umum penerapan hukum di Indonesia masih sangat lemah karena masih memakai paradigma lama, dimana hukum dipakai oleh penguasa birokrat sebagai sarana rekayasa sosial dn birokrasi ditambah dengan SDM dari pada aparat penegak hukum seperti CJS (Polri, Kehakiman, Kejaksaan) dan sistem yang ada pada instansi-instansi penegak hukum dirasakan masih sangat lemah.. Peran Polri dalam penerapan hukum terhadap kelangsungan pembangunan nasional yang meliputi pembangunan jangka pendek, pembangunan jangka sedang dan pembangunan jangka panjang yaitu proaktif yang dilaksanakan dengan melihat aparat penegak hukum itu sendiri yang dititik beratkan pada peningkatkan kemampuan SDM Polri dan koordinasi antar instansi penegak hukum lainnya CJS (Criminal Justice System) lainnya. Lembang, Agusutus 2007 Penulis, Drs. ALOWESIUS JOSEF, BM AKBP NRP.66090430 DAFTAR PUSTAKA - Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1970 tentang Hak Pengusaha dan Pungut Hasil Hutan. - Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. - Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. - Mochtar Kusumaatmadja, Pembangunan Hukum di Era Reformasi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1975. - Bahan Pelajaran M.P Perkembangan Lingstra, Pasis Sespim Polri Dikreg Ke-45 T.P 2007, Perkembangan Lingkungan Strategis dan Pengaruhnya Terhadap Kamdagri. BANG LINGSTRA PRODUK HUKUM NAS GAMB PENERAPAN HUKUM DI IND HUKUM DI TERAPKAN PEMB NAS LANCAR APARAT GAKUM PENERAPAN HUKUM KAMDAGRI TERWUJUD BANG LINGSTRA PRODUK HUKUM NAS GAMB PENERAPAN HUKUM DI IND HUKUM DI TERAPKAN PEMB NAS LANCAR APARAT GAKUM PENERAPAN HUKUM KAMDAGRI TERWUJUD - KEPENTINGAN PENGUASA DARI PADA KEPENTINGAN RAKYAT - KEPENTINGAN PEMERINTAH PUSAT DARI PADA PEMERINTAH DAERAH MENGEDEPANKAN KONSEP PANUTAN / KEPEMIMPINAN DENGAN KONSEP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT - ASPEK PELAYANAN PENEGAK HKM · DISKRIMINASI DLM GAKUM THD MASY KECIL · MANIPULASI PERKARA · TDK PROF & PROPORSIONAL - ASPEK PERILAKU PENEGAK HKM · AROGANSI, SEWENANG-WENANG · KKN - HKM SEBAGAI SARANA PEMBAURAN - HKM SEBAGAI SARANA REKAYASA SOSIAL · APARAT GAKKUM YG JUNJUNG TINGGI HAM à MEMATUHI KETENTUAN2 & SESUAIKAN DIRI DLM TINDAKAN OPS DGN HORMATI HAM · TDK DISKRIMINATIF à TDK LAKUKAN PELECEHAN, PENGUCILAN à PERBEDAAN ASPEK MANUSIA · AKUNTABILITAS, TRANSPARAN, JUJUR & BEBAS KKN · PROF, PROPORSIONAL & JUNJUNG TINGGI SUPREMASI HKM · KERMA DGN SEMUA PIHAK UTK TINGKATKAN PUAN BID PREVENTIF & PREEEMTIF · KAMPANYEKAN SIKAP SALING HORMATI PEMBANGUNAN NASIONAL